Setelah Islam datang, ikatan akidah merubah sistem ini menjadi sistem persaudaraan, gotong royong dan saling membantu. Islam sangat menekankan sisi persaudaraan sesama Muslim dalam memperkuat keutuhan masyarakatnya, terutama dalam bidang ekonomi. Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam selalu menekankan pentingnya arti persaudaraan dalam Islam dan semangat untuk ta’âwun (tolong menolong). Sebagai contoh, persaudaraan yang diikat antara kaum Muhajirin dan kaum Anshar. Ketika kaum Muhajirin berhijrah dari Mekah ke Madinah, mereka menghadapi problematika sosial dan ekonomi, berkaitan dengan kelangsungan hidup, mata pencaharian dan tempat tinggal.
Kaum Muhajirin tidak memiliki modal, sebab seluruh harta mereka
sudah ditinggalkan. Mereka juga tidak memiliki lahan pertanian di Madinah.
Bahkan mereka juga tidak berpengalaman di bidang pertanian Maka, ketika kaum
Anshar menawarkan agar Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam membagi kebun kurma
mereka untuk kaum Muhajirin, beliau menolaknya. Karena beliau takut hasil
pertanian Madinah menurun karenanya. Akhirnya kaum Anshar tetap memiliki kebun
mereka, namun hasilnya dinikmati bersama.
Kaum Anshar pun
rela menghibahkan rumah-rumah mereka kepada Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa
sallam, namun beliau menolaknya. Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam
membangun rumah-rumah untuk kaum Muhajirin di areal tanah yang dihibahkan oleh
kaum Anshar dan di areal tanah yang tak bertuan.
Rasulullah
Shallallahu ‘alaihi wa sallam mengembangkan dua sektor yang sangat penting
untuk mendongkrak perekonomian Madinah, yaitu sektor perdagangan dan sektor
agrarian (pertanian dan perkebunan). Seperti yang digambarkan oleh Abu Hurairah
Radhiyallahu ‘anhu :
إِنَّ إخْوَانَنَا مِنَ الْمُهَا جِرِيْنَ كَانَ يَشْغَلُهُمُ الصَّفْقُ بِالأَسْوَاقِ، وِإِنَّ إِخْوَانَنَا مِنَ الأَنْصَارِ كَانَ يَشْغَلُهُمُ الْعَمَلُ فِى أَمْوَالِهِمْ
Sesungguhnya rekan-rekan kita dari kalangan Muhajirin sibuk mengurusi perdagangan mereka di pasar dan rekan-rekan kita dari kalangan Anshar sibuk mengelola harta mereka. Yakni sibuk bercocok tanam.
إِنَّ إخْوَانَنَا مِنَ الْمُهَا جِرِيْنَ كَانَ يَشْغَلُهُمُ الصَّفْقُ بِالأَسْوَاقِ، وِإِنَّ إِخْوَانَنَا مِنَ الأَنْصَارِ كَانَ يَشْغَلُهُمُ الْعَمَلُ فِى أَمْوَالِهِمْ
Sesungguhnya rekan-rekan kita dari kalangan Muhajirin sibuk mengurusi perdagangan mereka di pasar dan rekan-rekan kita dari kalangan Anshar sibuk mengelola harta mereka. Yakni sibuk bercocok tanam.
Kaum hartawan
dan kaum dhu’afâ‘ sama-sama berjuang dalam satu barisan. Sebab akidah Islam
menentang keras adanya pertikaian antar golongan sosial dalam masyarakat. Islam
mempersaudarakan antara kaum hartawan dan fakir miskin, merapatkan barisan
untuk menyambut panggilan jihad. Inilah bentuk masyarakat Muslim di Madinah
yang dibina langsung oleh Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam.
Allah Subhanahu
wa Ta’ala memerintahkan kita untuk saling berta’awun (bekerja sama) di dalam
kebajikan dan ketakwaan, dan melarang dari saling berta’awun di dalam perbuatan
dosa dan permusuhan. Allah Jalla wa ‘Ala berfirman.
“Artinya : Dan
tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan takwa, dan jangan
tolong-menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran. Dan bertakwalah kamu kepada
Allah, sesungguhnya Allah amat berat siksa-Nya.” [Al-Ma’idah : 2]
Gotong royong (kerja Sama) bukan “barang baru” bagi
masyarakat Indonesia. Setiap sukubangsa mengenalnya dengan istilah yang
berbeda. Orang Batak menyebutnya “Dalihan Na Tolu”; Orang Makassar menyebutnya
“Mapalus”; Orang Lampung menyebutnya “Nemui Nyimah”; Orang Trunyan (Bali) menyebutnya
“Sekaha”; Orang Kepulauan Kei (Maluku Tenggara) menyebutnya “Masohi”; Orang
Jawa menyebutnya “Sambatan”; dan masih banyak sebutan lain yang ditujukan
kepada gotong-royong, mengingat jumlah sukubangsa yang ada di Indonesia, baik
yang sudah maju maupun yang masih diupayakan untuk berkembang (masyarakat
terasing), lebih dari 500 sukubangsa (Melalatoa, 1985).
Gotong royong dalam pembangunan ekonomi Masyarakat yang dapat
dilaksanakan dalam masyarakat:
1.
Membangun
perekonomian bersama
Untuk membangun
perekonomian agar tidak adanya fakir miskin maka diperlukan gotong royong.
Gotong royong ini dilakukan dengan cara penyaluran modal usaha (berupa dana
atau tenaga), peningkatan keahlian masyarakat, pemasaran prodak, dan pembimbingan usaha. Hal ini tidak bisa dilakukan
oleh masyarakat yang kaya, namun dibutuhkan orang yang mempunyai keahlian dalam
meningkatkan produktivitas masyarakat, dan masyarakat sekitar. Artinya disini
tidak hanya dibutuhkan orang yang menyedekahkan harta/modal tetapi dibutuhkan
orang yang mampu mengelola mengembangkan harta sedekah/modal.
Contohnya:
membentuk koperasi yang mana koperasi tersebut bisa meminjamkan modal tanpa ada
tambahan untuk mengembalikan, memberi pelatihan usaha, dan pembimbingan
pemasaran prodak. Yang selanjutnya gotong royong untuk menanam dan memanen
hasil pertanian.
2.
Membangun
sarana-prasana public
Dalam
melancarkan perekonomian diperlukan sarana-prasarana public, seperti jalan,
jembatan, masjid, pos ronda, dll. Tanpa adanya sarana public perekonomian
masyarakat tertunda. Dalam hal ini masyarakat tidak bisa mengabaikan karena
bila tidak terjaga atau membangun sarana public maka perekonomian masyarakat
akan terhambat. Salah satu contoh membangun jalan atau merawat jalan agar tidak
rusak, ronda secara bergiliran.
3.
Meningkatkan
pendidikan dengan pola gotong royong
Pendidikan
adalah salah satu barometer masyarakat dikatakan maju. Namun masih banyak
masyarakat Indonesia yang pendidikanya rendah baik pendidikan agama, akhlak,
dan ilmu pengetahuan lainya. Kendala terbesar untuk meningkatkan pendidikan
adalah pada sumber daya manusia yang mengajarkan langka atau masalah keuangan
baik dari individual masyarakat maupun untuk membangun sarana pendidikan.
Maka dari itu
perlu gotong royong dari masyarakat berupa membangun sarana pendidikan,
mensejahterakan pengajar, dan mendukung berjalannya pendidikan. Hal ini tidak
bisa dilakukan oleh satu atau dua orang saja akan tetapi dilakukan oleh
masyarakat. Pendidikan yang bisa dilakukan adalah madrasah/TPA, sekolah dasar,
pendirian perpustakaan, dll.
4.
Mengurangi
pengangguran/menyediakan lapangan kerja
Dalam
mengentaskan pengangguran tidak bisa hanya beberapa individu masyarakat.
Diperlukan rasa kekeluargaan dalam mengentaskan pengangguran yaitu dengan
memperkerjakan orang dengan memperioritaskan keluarga/masyarakat sekitar,
mencarikan lowongan kerja keluarga/masyarakat ligkungan yang pengaguran, penyalur
tenaga kerja, dan menciptakan usaha yang bisa mengentaskan pengaguran.
5.
Pengembangan
dan pemberdayaan masyarakat
Masyarakat
sangat mempunyai potensi untuk kaya, tetapi mayoritas masyarakat kurang
memperdulikan penglolaan keuangan dan membaca potensi usaha. Maka dalam hal ini
masyarakat perlu pengambangan skill masyarakat dalam meningkatkan
produktivitas atau kinerja. Suatu contoh
0 komentar:
Posting Komentar