Kamis, 19 Juli 2012

BUDAYA EKONOMI ISLAM DI INDONESIA



Di Indonesia praktek ekonomi Islam telah dipraktekan oleh masyarakat Indonesia sejak para pedagang-pedagang arab masuk Indonesia. Dalam masyarakat praktek ekonomi Islam dikenal dengan namanya maro, mertelu, sambatan, bagi hasil, dll walaupun ekonomi Islam belum dikenal dimasyarakat.
Walaupun ilmu Ekonomi Islam pada saat ini mulai banyak dikembangkan berbeda pada tatanan masyrakat jaman dulu belum mengenal apa itu ekonomi Islam. Namun pada prkateknya dulu  masyarakat lebih mempraktekkan ekonomi Islam pada tatanan bawah. Namun mulai pudar ketika dikenalkan ekonomi kapitalis. Beberapa praktek ekonomi Islam yang sudah asing untuk kita jumpai:
Bagi hasil
Prosedur perjanjian  Bagi Hasil pada  umumnya dilakukan dengan cara  lisan antara pemilik tanah dengan penggarap.
Istilah-istilah bagi hasil dari masing-masing daerah yaitu:
a. Memperduoi (Minang kabau)
b. Toyo (Minahasa)
c. Tesang (Sulawesi)
d. Maro (1:1), Mertelu (1:2), ( Jawa Tengah).
e. Nengah (1:1), Jejuron (1:2), (Priangan)
f. Gadoh (Istilah bagi hasil peternakan)
Mengapa Islam mengajurkan bagi hasil dan melarang membungakan pinjaman, alasanya adalah:
1.      Keuntungan dalam usaha bersifat tidak pasti terkadang untung atau rugi itulah sebabnya manusia dilarang menentukan besarnya uang tambahan diawal (share).
2.      Menjalin silahturahmi dengan baik antara pemilik modal (shahibul maal) dan peminjam (mudharib).
3.       Manusia dituntut untuk amanah dan jujur bila tidak jujur dan amanah maka sanksi sosial akan diberikan karena dasar bagi hasil adalah kepercayaan.
Faktor-foktor yang mempengaruhi shahibul maal untuk bagi hasil:
1.      Menolong
Ini didasari oleh dua hal yaitu mengentaskan kemiskinan keluarga (famili) dan mengentaskan kemiskinan seseorang yang tidak punya hubungan keluarga, yaitu dengan melimpahkan wewenang pengelolaan modal (shahibul maal) untuk memperbaiki ekonomi (mudharib).
2.      Investasi
shahibul maal melimpahkan modalnya kepada mudharib untuk mengelola untuk menghasilkan keuntungan yang besar.
3.      Tidak memiliki kesempatan untuk mengelolanya
Agar modalnya/aset bisa produktif atau tidak menganggur shahibul maal melimpahkan pengelolaannya kepada mudharib. Alasan ini bisa didasari untuk menekan kerugian bila tidak dikelola.
System yang begitu baik dan sangat sosial tersebut kini mulai luntur, kini hanya jumpai pada petani-petani kecil, pedagang, dan didesa-desa. Dalam masyarakat kota hal seperti ini sulit untuk dijumpai. Lunturnya system seperti ini dikarenakan masuknya nilai-nilai kapitalis dalam masyarakat, menilai waktu adalah uang, rezeki itu berasal dari usaha/seseorang, dan ingin meraup untung sebesar-besarnya tanpa melihat akan merugikan orang lain.
Riba dalam pandangan masyarakat
Pandangan masyarakat dahulu mengenai pinjam meminjam dengan adanya tambahan dari nilai pokok adalah buruk, bahkan seorang yang meminjami dengan tambahan dari nilai pokok disebut sebagai lintah darat. Dengan dikenalkan perbankan sebutan tersebut mulai sirna bahkan menjadi legal dalam penilaian masyarakat. Bukan hanya itu yang dulunya mayoritas masyrakat melakukan pinjam meminjam tanpa ada tambahan sekarang sudah mulai diberlakukan menggunakan system bunga.
Gotong Royong/Sambatan
Di era serba  modernisasi system gotong royong yang dimiliki bangsa Indonesia mulai punah. Hal ini dipengaruhi individulisme dan matrealisme  dari masyarakat. Semangat gotong royong dimasyrakat lebih cendrung gotong royong bersifat membangun perekonomian masyarakat, misalnya, gotong royong menanam padi dan panen padi, membuat rumah, dan membangun sarana prasarana masyarakat.
Nilai-nilai gotong royong sangatlah mulia dikarenakan semua masyrakat bisa merasakan hasilnya baik yang kaya maupun yang miskin, karena didasari oleh kebersamaan dalam tolong menolong. Misalnya, seorang yang miskin ingin menanam padi dia tidak harus mengeluarkan upah tenaga kerja namun cukup dengan memberi makan.
Ronda
Keamanan adalah faktor penting dalam menjaga keadaan ekonomi daerah. Daerah yang mempunyai keamanan yang baik masyarakat yang tinggal akan merasa nyaman untuk menjaga hartanya atau menjalankan ekonominya, begitu sebaliknya. Di Indonesia mempunyai sistem keamanaan ditingkat desa yang digalakkan oleh masyarakat yaitu ronda. Ronda juga menuntut masyarakat untuk saling manjaga. Masyarakat digilir untuk ronda setiap minggunya. Ronda cukup efektiv dalam menjaga keamanan dikarenakan biaya yang dikelurakan sangat kecil dibandingkan mempekerjakan sekuriti.

0 komentar:

Posting Komentar