Jumat, 31 Agustus 2012

PEGATURAN JIZYAH (PAJAK KAUM NON MUSLIM) OLEH PEMIMPIN ISLAM


PEGATURAN JIZYAH (PAJAK KAUM NON MUSLIM) OLEH PEMIMPIN ISLAM*
Perintah Pengambilan Jizyah dari Orang Kafir
Telah menceritakan kepada Yazid bin harun dari Abu Malik al-Astaja’i dari ayahnya, bahwa dia pernah mendengar Rasulullah bersabda, “Barangsiapa yang mentauhidkan Allah dan dia ingkar terhadap peyembahan selain dari-Nya, maka darah dan hartanya telah menjadi haram dan terjaga, sedangkan hisab amalnya diserahkan kepada Allah.”
Abu ubaid berkata, “Hadits ini ditegaskan oleh Rasullah ketika awal permulaan kedatangan Islam dan sebelum surat Bara’ah dan diperintahakan menerima jizyah, terdapat di dalam firman Allah,
sampai mereka membayar jizyah (Pajak) dengan patuh sedang mereka dalam keadaan tunduk. (At-taubah: 29)
Ayat ini diturunkan pada akhir periode kehidupan Nabi SAW. Abu Ubaid berkata, ” dengan patuh sedang mereka dalam keadaan tunduk”, terdapat tiga pendapat ulama. Sebagian mereka berpendapat bahwa yang dimaksudkan dengan “Ann Yadin” adalah secara kontan dan langsung. Sebagian mereka berpendapat bahwa mereka mesti berjalan kaki. Dan, sebagian lagi berpendapat bahwa mereka mesti menyerahkan jizyah itu dalam keadaan berdiri.”
Dari Mujahid mengenai firman Allah, Perangilah orang-orang yang tidak beriman kepada Allah dan tidak (pula) kepada hari Kemudian, dan mereka tidak mengharamkan apa yang diharamkan oleh Allah dan RasulNya dan tidak beragama dengan agama yang benar (agama Allah), (yaitu orang-orang) yang diberikan Al-Kitab kepada mereka, sampai mereka membayar jizyah dengan patuh sedang mereka dalam keadaan tunduk. (at-Taubah: 29)
Dia berkata, “Ayat ini diturunkan ketika Rasulullah dan para sahabatnya diperintahkan untuk memerangi tabuk.” Dia juga berkata, “Dab saya pernah mendengar Husyim berkata, “Tabuk adalah akhir peperangan yang dilakukan oleh Rasulullah.”
Dari Mujahid mengenai firman Allah, “Dan janganlah kamu berdebat denganAhli kitab, melainkan dengan cara yang paling baik, kecuali dengan orang-orang zalim di antara mereka (an-‘Ankabuut: 46)
Dia berkata, “Orang-orang yang memerangi dirimu dan dia tidak menyerahkan jizyah kepadamu.”
Abu Ubaid berkata, “Kemudian surat-surat Rasulullah dikirimkan kepda peguasa dan lainya. Baginda mengajak mereka memeluk agama Islam. Jika mereka enggan memeluk agama Islam, maka wajib membayar jizyah.  Ini salah satu wasiat Rasulullah kepada para tentaranya yang dikirim keberbagai penjuru.”
Rasulullah menulis surat yang ditujukan kepada al-Mundzir bin sawi, “Salam sejahtera kepadamu. Sesungguhnya aku memuji kepada Allah yang tiada tuhan selain daripada-Nya. Amma ba’du. Barangsiapa yang mengerjakan shalat yang telah kami lakukan, menghadap kiblat kami dan memakan daging sembelihan kami, maka adalah orang muslim yang telah mendapatkan jaminan Allah dan Rasululllah-Nya. Barangsiapa yang menginginkan yang demikian dari kalangan Majusi, maka dia telah mendapatkan jaminan keamanan. Barangsiapa yang enggan, maka wajib membayar jizyah.”
Dari al-Hasan, dia berkata, “Rasulullah telah memerintahkan memerangi bangsa Arab sehingga mereka masuk ke dalam agama Islam dan segala bentk tawaran tidak diterima dari mereka selain masuk ke dalam agama Islam. Rasulullah juga telah memerintahkan supaya memerangi ahli kitab sehingga mereka memeberika jizyah secara kontan sedangkan mereka dalam keadaan hina.”
Pengambilan jizyah dilakukan oleh pemrintah Islam melalui petugas yang diberi wewenang oleh pemimpin untuk mengambil jizyah. Jizyah diambil dari orang kafir baik ahli kitab,  penyembah berhala, atau selain Islam.
Hukuman Bagi yang Tidak Membayar Jizyah dan Melanggar Perjanjian
Rasulullah menulis surat dan mengirimkan kepada penduduk Yaman, “Barangsiapa yang memeluk agama Yahudi dan agama Nasrani, maka tidak boleh dipaksa keluar agamanya. Akan tetapi, dia hanya berkewajiban memebayar jizyah. Bagi lelaki dan wanita yang telah mencapai usia baligh, budak lelaki atau budak wanita wajib membayar pajak sebanyak satu dinar atau dengan membayar dengan barang pakaian yang senilai dengannya. Barangsiapa yang telah melakukan yang demikian itu kepada utusanku, maka dia telah mendapatkan jaminan Allah dan jaminan Rasul-Nya. Barangsiapa yang enggan dan mencegah pembayaran, maka dia adalah musuh Allah, Rasulul-Nya dan seluruh orang yang beriman.”
Abu Ubaid berkata, “Abu Bakar juga telah menerima jizyah dari penduduk al-Hirah. Yaitu ketika Khalid ibnul Walid menaklukkan daerah itu secara damai. Ia mengirimkan jizyah  itu kepada Abu Bakar dan dia pun menerimanya. Penduduk al-Hirah adalah gabungan dari keturunan bangsa arab, yaitu dari Tamim, Thayi’, Ghassan, Tannukh, dan lain-lainnya. Hadits ini juga telah diceritakan kepadaku oleh Ibnu al-Kalbi dan juga lainya.”
Dari Humaid bin Hilal bahwa Khalid ibnul Walid telah memerangi penduduk al-Hirah setelah kewafatan Rasulullah, lalu penduduk al-Hira telah mengadakan kesepakatan perjanjian perdamaian dan akhirnya mereka tidak memerangi lagi.
Abu Ubaid mengatakan bahwa tindakan yang serupa telah dilakukan oleh Umar kepada bani Taghlib.
Dari Dawud bin Kurdus, dia berkata, “Aku telah megadakan perjanjian perdamaian dengan Umar bin Khaththab mengenai perkara yang terjadi di kalangan bani Taghlib. Yaitu setelah mereka berhasil memutuskan pengaliran sungai Furat dan mereka ingin menyebrang ke negeri Roma. Perdamaian itu disepakati dengan syarat bahwa tidak boleh mengubah agama  anak-anak mereka, tidak boleh memaksa masuk agama lain dan mereka berkewajiban membayar pajak pajak pajak secara berlipat ganda mulai dari angka puluhan. Yaitu, setiap orang yang memiliki dua puluh dirha, maka dia mesti membayar satu dirham sebagai pajak dan seterusnya. Maka bani Taghlib tidak memiliki jaminan keamanan, sebab mereka telah mengubah agama anak-anak mereka.”
Abu Ubaid mengatakan bahwa yang dimaksudkan dengan “mengubah agama anak-anak mereka” adalah mengbah agama dan memasukkan anak-anak mereka ke dalam agama Nasrani.
Dari Zur’ah ibnun-Nu’man atau an-Nu’man bin Zurah bahwa dia pernah bertanya kepada Umar ibnul Khaththab. Dia telah membicarakan mengenai persoalan bani Taghlib. Sementara Umar berkeinginan mengambil jizyah  dari mereka. Lalu mereka banyak yang melarikan diri keseluruh plosok negeri. An-Nu’man atau Zur’ah ibnu Nu’man berkata, “Wahai Amirul Mukminin, sesungguhnya bani Taghlib juga termasuk bangsa Arab. Mereka sangat enggan membayar jizyah, ditambah lagi mereka adalah orang yang tidak memiliki harta kekayaan. Mereka hanyalah orang yang memiliki profesi bercocok tanam dan pengembala. Mereka sangat handal dalam peperangan dan strategi untuk melawan mereka. Oleh karena itu, jangalah engkau meminta bantuan kepada mereka untuk memerangi musuhmu.”
Lalu Umar ibnul Khaththab mengadakan perjanjian damai bersama mereka, tetapi dengan syarat melipatgandakan pembayaran zakat ke atas mereka dan mereka tidak boleh memasukkan anak-anak mereka kedalam agama nasrani. Mughirah berkata, “Aku telah diceritakan bahw Ali pernah berkata, ‘Jika aku mendapat tugas untuk mengatasi persoalan bani Taghlib, aku mempunyai pendapat yang khusus mengatasi mereka. Aku akan memerangi pasukan mereka dan aku akan menawan anak keturunan mereka. Sebab, mereka telah melanggar perjanjian dan jaminan keamanan telah hilang dari mereka, ketika mereka telah memasukkan anak-anak mereka ke dalam agama Nasrani.”
Dari Ziayad bin Hudair bahwa Umar telah memerintahkan suapaya memungut pajak dari kalangan bani taglib sebanyak sepersepuluh dan dari kalangan penganut agama nasrani (ahl kitab) sebanyak seperlima.
Dari asy-Sya’bi bahwa Abu Bakar telah megutus Khalid ibnul Walid, dan memerintahakan untuk bejalan sampai al-Hirah, kemudian melanjutkan ke asy-Syam. Lalau berjalanlah Khalid samapai di Hirah. Asy-Sya’bi berkata, “Khalid ibnul Walid mengeluarkan surat kepdaku, ‘Dengan menyebut nama Allah Yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang. Dari Khalid Ibnul Walid untuk Marazibah (sebutan ketua bagi orang-orang Persia), keselamatan bagi siapa saja yang mau mengikuti petunjuk, sesungguhnya aku memuji Allah dan tiada tuhan selain Dia. ‘Amma ba’du...., segala puji bagi Allah yang telah membinasakan khidmatmu, memecahbelahkan persatuanmu, melemahkan kekuatanmu, dan merampas hartamu kekayaanmu. Apabila suratku ini telah sampai ke tanganmu, maka yakinlah aku akan menanggung kesalamatanmu dan mewajibkan jizyah atasmu, oleh karena itu, kirimkan utusanmu kepadaku. Jika tidak, demi Allah yang tiada tuhan melainkan-Nya, aku akan membinasakan kamu sekalian dengan bala tentara yang lebih mencintai maut sebagai mana kamu mencintai kehidupan. Wassalam.”
Kesimpulanya adalah bagi orang-orang kafir yang enggan membayar jizyah  maka oleh pemerintah Islam akan diperangi dan dicabut jaminan keamanan bagi mereka sampai ada perjanjian baru bahwa mereka akan membayar Jizayah. Bila diantara kamun kafir dan muslim melanggar perjanjian seperti yang telah dipaparkan dalam kasus bani Taghlib maka mereka (orang kafir) membayar jizyah secara dilipatgandakan dari ketentuan awal dan Zakat bagi kaum muslimin juga akan dilipatgandakan. Atau mereka yang melanggar perjanjian diperangi.
Orang kafir yang enggan dan mencegah membayar jizyah maka mereka itu menjadi mushuh Allah, Rasul-Nya, dan seluruh kaum muslimin. Hal ini yang disampaikan oleh Rasulullah dalam suratnya kepada penduduk Yaman, dll. “Barangsiapa yang enggan dan mencegah pembayaran, maka dia adalah musuh Allah, Rasul-Nya dan seluruh orang yang beriman.”
Manfaat Jizyah Bagi Orang-orang Kafir
1.    Mendapat Jaminanan oleh Allah dan Rasulullah
Rasulullah menulis surat dan mengirimkan kepada penduduk Yaman, “Barangsiapa yang memeluk agama Yahudi dan agama Nasrani, maka tidak boleh dipaksa keluar agamanya. Akan tetapi, dia hanya berkewajiban memebayar jizyah. Bagi lelaki dan wanita yang telah mencapai usia baligh, budak lelaki atau budak wanita wajib membayar pajak sebanyak satu dinar atau dengan membayar dengan barang pakaian yang senilai dengannya. Barangsiapa yang telah melakukan yang demikian itu kepada utusanku, maka diatelah mendapatkan jaminan Allah dan jaminan Rasul-Nya. Barangsiapa yang enggan dan mencegah pembayaran, maka dia adalah musuh Allah, Rasul-Nya dan seluruh orang yang beriman.”
Jaminan orang yang membayar jizyah yang Allah dan Rasul-Nya adalah jaminan haram atas jiwanya, hartanya, darahnya, dan keluarganya. Artinya seorang muslim atau pemerintah telah melindungi jiwanya, hartanya, darahnya, dan keluarganya dari gangguan dari orang lain.
2.    Jaminan Keamanan
Bagi orang-orang kafir yang membayar jizyah yang telah ditentukan besarnya atasnya. Maka mereka mendapatkan jaminan keamanan dari kaum muslimin atau pemerintah. Dan Islam telah mengharamkan hartanya, jiwanya, dan darahnya dari kaum lain.
3.    Santunan Kepada orang-orang Kafir yang Lemah
Dari Jisr Abi Ja’fa, dia berkata, “Aku telah menyasikan kitab Umar bin Abdul Aziz kepada Uday bin Arthah (yang dibacakan keapda kita semasa di Bashrah), ‘Amma ba’du, sesungguhnya Allah memerintahkan untuk mengambil jizyah (dari orang yang menginginkan Islam sebagai pelindungannya dan lebih memilih kufur sebagai suatu kerugian yang nyata bagi mereka, satu kewajiban jizyah) terhadap orang-orang yang sanggup membayarnya. Dan, mereka memiliki bangunan di atas bumi ini karena hal tersebut untuk kebaikan kehidupan kaum muslimin dan kekuatan mereka menghadapi musuh. Lihatlah pada orang-orang sebelummu dari ahli dzimmah yang telah berusia lanjut, dan lemah tidak berdaya, mereka diberi santunan oleh kaum muslimin melalui harta mereka di Baitulmal untuk mencukupi kemaslahatan mereka. Jika seseorang laki-laki dari kaum muslimin yang telah berusia lanjut dan lemah tidak berdaya, maka ia lebih berhak mendapatkan bantuan dari harta kaum muslimin. Karena telah disampaikan kepdaku bahwa Amirul Mukminin Umar pernah melewati seorang syekh dari ahli dzimmah meminta-minta di setiap pintu rumah kaum muslimin. Dia berkata, ‘Apa yang membuatmu seperti ini? Sesunggunya kami telah mengambil jizyah darimu sewaktu kamu muda dan kami telah menghapuskan kewajiban tersebut pada masa usiamu telah lanjut.’ Kemudian Umar memberikan apa-apa yang dia perlukan dari baiitulmal.”

Orang-orang kafir yang telah membayar jizyah atau yang belum dalam keadaan lemah atau fakir. Maka itu menjadi tanggungjawab pemerintah untuk menyantuni apa yang dibutuhkan. Santunan tersebut diambil dari baitulmal yang dananya tersebut tidak diambil dari dana zakat.

Orang yang Diwajibkan membayar Jizyah dan Yang Tidak
Dari Aslam (maula Umar) bahwa Umar menulis surat kepada komandan tentara agar mereka berperang di jalan Allah, dan tidak membunuh orang, kecuali orang yang berniat membunuh mereka, tidak boleh membunuh wanita dan juga anak-anak kecil. Juga tidak boleh membunuh mereka, kecuali orang yang telah ditetapkan keputusan atasnya. Dia juga menuliskan kepada mereka, ‘untuk mewajibkan jizyah atas mereka, dan tidak mewajibkan bagi wanita dan anak-anak kecil. Juga tidak mewajibkannya, kecuali kepada orang yang telah menggunakan pisau cukur untuk memotong kumisnya,”
Hadits ini merupakan dasar keterangan kepada siapa berlakunya ketentuan jizyah, dan kepada siapa tidak diberlakukan. Tidakkah engkau lihat bahwa ia diwajibkan atas laki-laki yang sudah baligh, dan bukan atas anak-anak dan wanita? Hal tersebut karena dahulunya ketentuan yang wajib atas mereka adalah hukuman mati jika jizyah tidak diberlakukan, dan digugurkan dari orang-orang yang tidak berhak menerima hukuman mati, yaitu keluarga mereka sendiri yang terdiri dari anak-anak dan istri mereka.
Dalam surat Rasulullah kepada Mu’adz di Yaman mengatakan bahwa setiap orang laki-laki yang baligh diwajibkan atasnya satu dinar, yang merupakan keterangan yang menguatkan perkataan Umar. Tidakkah engkau melihat bahwa Nabi SAW mengkhususkan laki-laki dewasa tanpa mengikutkan anak-anak dan wanita?
Dari Amru bin Maimun bahwa dia melihat Umar (sebelum kewafatannya empat hari) berdiri atas keledainya dan berkata kepada Hudzaifah ibnul Yaman dan Utsman bin Hunaif, “Lihat! Apa yang kalian miliki! Lihat, adakah kamu berdua telah menetapkan kepada orang-orang suatu yang dapat mereka pikul?” Utsman berkata, “Aku mewajibkan atas mereka suatu yang kalau aku lipatgandakan atas mereka tentu mereka akan kewalahan.” Hudzaifah berkata, “Aku mewajibkan kepada mereka sesuatu yang tidak berlebih-lebihan.” Kemudian disebutkan kisah pembunuhan Umar hingga akhir hadits di dalam yang panjang lebar menjelaskan hal tersebut.
Abu Ubaid berkata, “Beginilah mazhab kami dalam ­al-jizyah dan al-kharaj, yang berdasarkan pada kemampuan dari ahli dzimmah, tanpa memberatkan mereka sama sekali, juga tidak merusak keselamatan kaum muslimin dan tidak ada waktu didalamnya. Tidakkah engkau lihat bagaimana Rasulullah mewajibkan kaum Yaman satu dinar atas setiap laki-laki yang baligh, didalam hadits atau surat yang beliau SAW kirimkan kepada Mu’adz yang telah sebutkan sebelumnya, sementara nilai satu dinar pada saat itu sekitar sepuluh atau dua belas dirham? Ini selain dari diwajibkan Umar atas ahli asy-Syam dan ahli Irak. Dia menambahkan kepada mereka sesuai dengan kemampuan dan kemudahan mereka, sebagimana yang telah diriwayatkan dari mujahid.”
Aku bertanya kepada Mujahid, “Mengapa Umar meletakkan jizyah atas ahli asy-Syam lebih banyak daripada ahli Yaman?” Dia menjawab, “Untuk kemudahan.”
Abu Ubait berkata, “Kami memilih untuk melebihkan mereka sebagaimana kami juga mengurangi sebagian mereka. Dilebihkan berdasarkan tugas yang lebih banyak dari Rasulullah dan kelebihan yang lainnya dia ditambahkan sendiri dari 48 menjadi 50.”
Menurut Abu Ubaid, jika salah seorang dari mereka tidak sanggup membayar satu dinar, sampai orang-orang meriwayatkan akan hal tersebut dan syek mereka akan memberikan pertolongan dari Baitulmal, sebagaimana yang dilakukan oleh Umar bin Abdul Aziz yang senantiasa menanyakan dari pintu ke pintu siapa yang tidak sanggup membayar.
Kesimpulan dari apa yang diaparkan diatas, jizyah hanya diwajibkan kepada laki-laki yang sudah baligh. Untuk anak-anak dan wanita tidak ada kewajiban untuk membayar jizyah dan tidak ditarik jizyah. Jizyah dipungut dengan melihat kondisi suatu kaum dan bagi orang kafir yang didalam keadaan Fakir (tidak sanggup membayar) tidak ditarik jizyah. Bahkan seorang yang fakir ditangguhkan kebutuhannya dari baitulmal.
Pengambilan Jizyah dan Kharaj, Perintah untuk Berlemah Lembut dan Larangan Bersikap Kasar kepada Mereka.
Sa’id Amir bin Hudzaim mendatangi Umar ibnul Khaththab ketika dia didatangin oleh seorang dari Darrah. Sa’id berkata, “Air hujan telah mendahului perjananmu. Jika engkau dihukum kita akan bersabar, jika engkau baik-baik saja kita akan bersyukur, dan jika engkau dicela kita akan mencela mereka.” Umar berkata, “Tidak ada yang wajib kaum muslimin, kecuali ini. Mengapa engkau melambatkan al-kharaj?” Dia berkata, “Kami diperintahkan untuk tidak melebihi para petani dari 4 dinar dan kami tidak akan melebihi akan melebihi mereka dari ketentuan tersebut. Tapi, kami melambatkan samapai pada masa tenggang mereka.” Umar berkata, “Jaganlah engkau melenyapkan apa yang aku hormati.” Abu Mushir berkata, “Tidaklah bagi ahli Syam hadits mengenai al-kharaj selain ketentuan ini.”
Abu Ubaid mengatakan bahwa sesungguhnya dilambatkan sampai pada masa senggang mereka adalah untuk kemudahan bagi mereka. Dan, dia tidak mendengar ada waktu tertentu dalam al-kharaj dan jizyah  dalam pengambilanya selain dari hadits ini.
Ali bin Abi Thalib menggunakan seorang laki-laki untuk menghadapi Ukbari, dia berkata kepadanya di antara kepala-kepala suku, “Jangalah kamu meninggalkan satu dirham dari al-kharaj dari mereka.” Kemudian Ali menguatkan perkataannya dan berkata, “Jumpailah aku pada pertangahan siang nanti.” Lalu dia pun mendatangi Ali dan berkata, “Dahulu aku memerintahkan suatu perkara kepadamu dan sekarang aku datang kepadamu. Jika engkau melanggar perintahku, maka aku akan mencopot jabatanmu. Jangalah engkau menjual seekor keledai ataupun seekor sapi kepada mereka sebagai kharaj dan juga pakaian musim dingin maupun pakaian musim panas, berlemah lembutlah kepada mereka dan lakukan ini kepada mereka.”
Kesimpulan dari riwayat diatas bahwa dalam pemungutan jizayah dan kharaj haruslah berlemah lembut tanpa ada kekerasan. Namun bila mereka dalam keadaan menolak membayar atau menolak jizayah dan kharaj maka akan diperangi sampai mereka mau membayar. Tetapi, jika mereka meminta ditanguhkan karena dalam tidak bisa membayar jizayah dan kharaj maka haruslah ditoleransi tanpa ada tambahan.


* Dirangkum dari kitab Al-Amwal karya Abu Ubaid terjemah Eklopedia Keuangan Publik penerjemah Setiawan Budi Utomo bab Jenis Harta yang dikelola oleh pemimpin berdasarkan Al-Qur’an dan As Sunnah pembahasan Jizyah.

Sabtu, 25 Agustus 2012

PENGENTASAN KEMISKINAN DI ERA KONTEMPORER



Di era kontemporer ini khusunya di Indonesia isu kemiskinan selalau ada, bahakan kemiskinan suatu negara menjadi tolak ukur kemajuan atau perkembangan suatu negara. Islam memandangan kemiskinan menjadi dua golongan yaitu golongan fakir dan golongan miskin. Pada dasarnya kedua golongan ini adalah sama, ini menurut Abu Yusuf pengikut imam Hanafi dan Ibnu Qasim pengikut imam Malik.[1] Namun Jumhur ulama mengatakan berbeda, mereka adalah dua golongan namun satu macam.
Sebelum memasuki solusi dalam pengentas kemiskinan kita perlu membahas apa saja indikator sesorang dikategorikan miskin menurut Islam. Hal ini berbeda dengan konsep kapitalis yang mengkategorikan kemiskinan dengan indikator pendapatan dalam bentuk angka. Pengertian fakir dan miskin itu sendiri adalah[2]

Dari Mujahid, ia berkata, “Orang fakir adalah orang yang tidak minta-minta. Sedangkan, orang miskin adalah orang yang minta-minta.”
Dari Jabir bin Zaid sama dengan maksud hadits diatas. Ia berkata, “Orang fakir adalah orang yang tidak minta-minta. Sedangkan, orang miskin adalah orang yang minta-minta.”

Dari ‘Ikramah, ia berkata, “Orang fakir adalah orang yang lemah. Sedangkan, orang miskin adalah orang yang meminta makanan [3].”

Rasulullah bersabda, “Tidak termasuk kategori miskin orang yang tidak mau menerima satu buah kurma, dua buah kurma, satu suapan makanan, dan suapan makanan. Akan tetapi, orang miskin adalah orang yang bisa menjaga harga dirinya (’Iffah).” Coba kita baca firman Allah,
..Meraka tidak meminta secara paksa kepada orang lain.” (al-Baqarah : 273)
Abu Ubaid berkata, “Ini adalah letak perbedaan anatara orang miskin dan orang fakir.”
Maksud dari hadits Rasulullah “tidak mau menerima satu buah kurma, dua buah kurma, satu suapan makanan, dan suapan makanan” adalah orang yang tidak mau menerima pemberian dari orang lain karena sudah kecukupan dalam memenuhi kebutuhan pokoknya. Sedangakan maksud dari “orang yang bisa menjaga harga dirinya (’Iffah)” adalah menjaga harga diri dari meminta-minta belas kasihan orang lain.
Dalam kemiskinan, Islam juga membagi pengkategorian kemiskinan, yang pada dasarnya mereka adalah orang yang berhak atas pemberian zakat atau makanan, yaitu:
1.    Al-Faqir
Al-Faqir adalah orang yang lemah.yang dimaksud orang lemah adalah orang yang dalam keadaan tidak bisa produktif atau tidak bekerja karena kondisi fisiknya, misalnya orang sakit, lanjut usia, orang cacat.
2.    Al-Ba’is
Al-Ba’is adalah orang yang terpaksa berada di dalam kesengsaraan. Maksud dari al-Ba’is adalah sama dengan Al-Faqir. Mereka sama-sama hidup dalam keadaan lemah tidak bisa mencari nafkah.
3.    Al-Qani’
adalah orang yang berkeinginan atau orang memberikan keyakinan kepada seseorang, lalu dia meminta kepadanya. Dalam arti lain al-Qani’ adalah orang yang meminta-minta. Mereka adalah orang yang dalam keadaan kekurangan namun masih sanggup untuk meminta-minta atau masih bisa mencari nafkah.
4.    ‘Al-Mu’tar
Meraka adalah orang yang suka menyindir, tetapi tidak meminta-minta. Maksud dari menyindir adalah mereka menampakkan diri dari tetangga mereka atau orang lain bahwa mereka dalam keadaan miskin. Tetapi, mereka masih sanggup meminta-minta namun enggan melakukannya.
Umat Islam yang Lemah Lebih Berhak atas Bantuan dari Harta Umat Muslim Lainya.
Dari Jisr Abi Ja’fa, dia berkata, “Aku telah menyasikan kitab Umar bin Abdul Aziz kepada Uday bin Arthah (yang dibacakan keapda kita semasa di Bashrah), ‘Amma ba’du, .........Lihatlah pada orang-orang sebelummu dari ahli dzimmah yang telah berusia lanjut, dan lemah tidak berdaya, mereka diberi santunan oleh kaum muslimin melalui harta mereka di Baitulmal untuk mencukupi kemaslahatan mereka. Jika seseorang laki-laki dari kaum muslimin yang telah berusia lanjut dan lemah tidak berdaya, maka ia lebih berhak mendapatkan bantuan dari harta kaum muslimin. Karena telah disampaikan kepdaku bahwa Amirul Mukminin Umar pernah melewati seorang syekh dari ahli dzimmah meminta-minta di setiap pintu rumah kaum muslimin. Dia berkata, ‘Apa yang membuatmu seperti ini? Sesunggunya kami telah mengambil jizyah darimu sewaktu kamu muda dan kami telah menghapuskan kewajiban tersebut pada masa usiamu telah lanjut.’ Kemudian Umar memberikan apa-apa yang dia perlukan dari baiitulmal.”[4]
Bukanlah menghadapkan wajahmu ke arah timur dan barat itu suatu kebajikan, akan tetapi sesungguhnya kebajikan itu ialah beriman kepada Allah, hari kemudian, malaikat-malaikat, kitab-kitab, nabi-nabi dan memberikan harta yang dicintainya kepada kerabatnya, anak-anak yatim, orang-orang miskin, musafir (yang memerlukan pertolongan) dan orang-orang yang meminta-minta; dan (memerdekakan) hamba sahaya, mendirikan salat, dan menunaikan zakat; dan orang-orang yang menepati janjinya apabila ia berjanji, dan orang-orang yang sabar dalam kesempitan, penderitaan dan dalam peperangan. Mereka itulah orang-orang yang benar (imannya); dan mereka itulah orang-orang yang bertakwa. (al-Baqarah: 177)
Islam memandang bahwa membantu kemiskinan adalah sebuah bentuk penyempurnaan keimanan sesuai dengan apa yang Allah firmankan pada surat Al-Baqarah ayat 177. Bagitu juga dalam kehidupan kewajiban dalam membantu orang muslim yang lemah dan tidak berdaya adalah kewajiban umat muslim lainnya. Ini berarti kewenangan dalam membantu umat yang fakir dan miskin bukan hanya kewajiban pemimpin tetapi setiap umat yang mampu punya kewajiban untuk membantu.
Islam juga memberi perhatian kepada umat non muslim yang dalam keadaan lemah. Hal ini selaras dengan yang dilakukan Rasulullah SAW yang memberi makan kepada orang yahudi buta dan yang dilakukan Umar memberi apa yang diperlukan orang yahudi dari baitulmal ketika ada seorang yahudi mengadu kepada Umar dalam keadaan lemah. Banyak ayat-ayat Qur’an dan hadits-hadits yang menekankan seorang muslim memberi makan kepada orang miskin, Islam juga memberi penghargaan kepada orang yang membantu kepada orang miskin dan memberi azhab kepada orang yang tidak mau menunaikan.
Seorang muslim yang mengingkari dalam menunaikan kewajibanya untuk menunaikan sebagian hartanya (Zakat) untuk orang fakir dan miskin dihukumi Kafir dan diperangi oleh pemimpin.[5] Bahkan, sasaran dalam rukun Islam yang ketiga yaitu Zakat diutamakan diberikan kepada fakir dan miskin. Apa yang dipaparkan diatas Islam sangat memberi perhatian dan mengatur agar terjadi keseimbangan anatara si kaya dan si miskin.
Fenomena Kemiskinan Pada Zaman Modern
Kemiskinan pada saat ini banyak terjadi dikarenakan sistem yang salah dalam mengatur dan persepsi individualis dalam kehidupan baik dalam tatanan pemerintah dan rakyat. Di Indonesia kemiskinan bukan menjadi hal yang asing. Dalam mengukur kemiskinan pun sangat tidak manusiawi yaitu diukur dengan pendapatan bukan pada hakikat kemiskinan itu sendiri.
Kaum kapitalis memandang kemiskinan adalah menimbulkan problem yang harus diselesaikan dengan orang miskin sendiri, sedangkan orang kaya bebas dalam mempergunakan hartanya atau tidak bertanggung jawab atas orang miskin. Pandangan ini tidak jauh berbeda pada kaum kapitalis dahulu dengan kaum kapitalis sekarang.  Hal ini diperparah dengan sistem perekonomian yang mengandung neoliberal (mendekati kapitalis).
Sistem-sistem yang diterapkan dengan sistem kapitalis mengakibatkan orang miskin sulit mengakses sarana publik, seperti pendidikan, kesehatan, permodalan, hukum, dll. Kebijakan publik yang diterapkan pun banyak terkonsetrasin pada perekonomian makro (ekslusif) jarang menyentuh pada perekonomian rakyat (inklusif).
Dalam tatanan individu kemiskinan juga menjadi peluang bisnis untuk memncari keuntungan dan untuk menindas. Hal ini dikarenakan orang miskin disudutkan oleh para pengusaha pada pilihan yang tidak menguntungkan misalnya gaji atau status pekerjaan. Mau tidak mau orang miskin harus menuruti demi memenuhi kebutuhan. Pendidikan yang rendah juga mengakibatkan sulit mencari pekerjaan yang mapan.
Sikap individualis dan matrealis pada masyarakat, kepedulian terhadap orang miskin sangat rendah. Sifat matrealis juga menjangkit pada pemimpin yang mengakibatkan mereka buta terhadap rakyatnya sehingga mereka melakukan korupsi. Berbeda dengan sistem kapitalis ada lagi sistem komunis/sosialis yang meniadakan kepemilikan individu juga mengakibatkan kemiskinan. Hal ini pada sistem komunis menganggap bahwa untuk menjadi orang yang kuat haruslah seperti binatang, yang kuat ialah orang yang mampu bersaing dan menindas. Dengan meniadakan kepemilikan individu mengakibatkan ketidakseimbangan dalam kehidupan.

Solusi Dalam Pengentasan Kemiskinan
Islam adalah agama yang sempurna, kesimbangan kehidupan sangat diatur dalam Islam dan Islam sangat sempurna dalam mengaturnya. Pengentasan kemiskinan Islam mengatur dari berbagai tatanan, yaitu tananan pemerintah, peranan masyrakat/kelompok, peranan keluarga, dan peranan Individu. Solusi Islam dalam pengentasan kemiskinan di era kontemporer dimana umat Islam berada dalam tatanan Pemerintahan sekuler/yang tidak bersandarkan pada hukum Allah. Solusi ini berbeda pada zaman atau situasi masih ditegakkannya hukum Allah.
1.    Bekerja
Setiap orang yang hidup dalam masyarakat Islam, diharuskan bekerja dan diperhatikan berkelana dipermukaan bumi ini. Serta diperintahkan makan dari rizki Allah. Dalam Allah Berfirman:
Artinya : "Dialah yang menjadikan bumi itu rumah bagimu, maka berjalanlah disegala penjurunya dan makanlah sebagian rizki-Nya".( QS. Al-Mulk : 15)
Bekerja merupakan suatu yang utama untuk memerangi kemiskinan, modal pokok untuk mencapai kekayaan, dan faktor dominan dalam menciptakan kemakmuran dunia. Dalam tugas ini, Allah telah memilih manusia untuk mengelola bumi.
Adapun peranan individu dan pemerintah yang diutamakan adalah memberikan modal untuk mempermudah masyarakat untuk bekerja, seperti pendidikan layak, pembinaan, penyedian lapangan pekerjaan, kebijakan-kebijakan yang bisa meningkatkan pekerjaan rakyat. Yang pada intinya semua adalah mencapai taraf hidup yang lebih baik.
2.      Mencukupi keluarga atau Tetangga yang lemah
Sudah menjadi dasar pokok dalam syari'at Islam, bahwa setiap individu harus harus memerangi kemiskinan dengan mempergunakan senjatanya, yaitu dengan bekerja dan berusaha. Di balik itu, apa dosa orang-orang lemah yang tidak mampu bekerja? Apa dosa para janda yang ditinggal para suaminya dalam keadaan tidak berharta? Apa dosa anak-anak yang masih kecil dan orang tuanya yang sudah lanjut usia? Apa dosa orang cacat selamanya, sakit dan lumpuh? sehingga mereka semua kehilangan pekerjaannya? Apakah mereka dibiarkan begitu saja karena bencana tengah melanda dan menimpa mereka, sehingga mereka terlantar dalam kehidupan yang tidak menentu?
Melihat realitas di atas Islam tidak menutup mata, namun Islam justru mengentaskan mereka dari lembah kemiskinan dan kemelaratan, serta menghindari mereka dari perbuatan rendah dan hina, seperti mengemis dan meminta-minta. Pertama-tama konsep yang yang dikemukakan untuk menanggulangi hal itu adalah adanya jaminan antara anggota suatu rumpun keluarga, Islam telah menjadikan antara anggota keluarga saling menjamin dan mencukupi. Sebagian meringankan penderitaan anggota yang lain. Yang kuat membantu yang lemah, yang kaya mencukupi yang miskin, yang mampu memperkuat yang tidak mampu, karena itu hubungan yang mengikat mereka. Faktor kasih sayang, cinta mencintai, dan saling membantu adalah ikatan serumpun kerabat. Demikinlah sebenarnya hakekat hubungan alami. Hal ini telah didukung oleh kebenaran syari'at Islam, sebagaimana yang disebutkan dalm QS. Al- Anfal: 75:
Artinya: "Dan anggota keluarga, sebagiannya lebih berhak terhadap anggota keluarga yang lain, menurut kitab Allah".

3.      Sedekah dan Zakat
Pada hakekatnya keduanya adalah sama, namun dalam penekanannya berbeda. Didalam penyaluran Zakat fakir dan miskin menjadi proritas utama. Bahkan porsi dalam besaran penyaluran zakat fakir dan miskin mendapatkan porsi lebih dari 8 asnaf. Orang yang tidak mau menunaikan kewajiban zakat Islam memberi konsekuinsinya.
Pada zaman sekarang Sedekah dan Zakat dikelola oleh Lembaga Zakat Infaq dan Sedekah. Namun pengelolaan zakat oleh lembaga ini belum bisa meningkatkan taraf hidup orang miskin bahkan lebih banyak pada pendidikan. Zakat menjadi jaminan hidup bagi orang yang tidak produktif lagi untuk bisa hidup dan jaminan kepada orang dalam kadaan miskin untuk lebih produktif lagi. Dalam kata lain zakat dan sedekah menjadi dana pensiun bagi orang fakir dan menjadi modal bagi si miskin.
Sebab itulah, telah turun sejumlah al-qur'an yang agung dan hadits Rasulullah yang mulia sebagai pembawa berita gembira dan penyampaian ancaman siksa, pembangkit dan penggerak gairah kerja, pendorong kearah ikhlas, berjuang, dan berderma serta pencegah sikap-sikap kikir dan bakhil. Sebagaimana Allah berfirman dalam QS. Al-baqarah (2): 245:
Artinya: "Siapa saja yang mau meminjamkan kepada Allah dengan satu pinjaman yang baik, ia akan mengadakan (pembayaran) itu dengan berlipat ganda. Sebab, Allahlah yang menyempitkan dan meluakan rizki, dan kepadanyalah kalian dikendalikan".

4.      Waris/Faraidh
Warisan adalah sebagai jaminan  orang tua yang akan meninggalkan keturunannya atau keluarganya. Orang tua harus meniggalkan harta atau warisan yang baik, agar kelak bila meninggal kelurga yang ditinggalkan tidak dalam keadaan fakir atau miskin.
Yang dikehendaki dalam Islam dengan hukum ini, adalah barang siapa meninggalkan harta, banyak atau sedikit, sebaiknya harta itu dibagi-bagikan kepada kerabat karibnya. Dan barang siapa yang tidak mempunyai ahli waris yang mewarisinya, tidaklah seyogyanya hak itu diberikan kepada anak angkat, namun semua hartanya harus diserahkan kepada Baitul mal kaum muslimin supaya dapat dinikmati manfaatnya oleh seluruh umat Islam.
5.      Bertransaksi Halal dan Thoyib
Sekilas kita memandang ini tidak ada hubungan dengan kemiskinan namun bila kita melihat dari proses ekonomi ini sangat erat hubunganya dengan harta. Salah satu hal yang menyebabkan kemiskinan adalah riba, judi, penipuan, menimbun barang, dll. Yang pada intinya adalah transaksi yang diharamkan oleh Islam mengandung kedzholiman terhadap orang lain. Misalnya:
1.      Krisis Ekonomi
Pada krisis global pada abad modern ini yang diakibatkan oleh transaksi riba pada sektor finansial. Krisis global berdampak pada perekonomian internasional yang diakibatkan pada besarnya transaksi finansial dibanding transaksi riil. Dampaknya pun terasa pada rakyat yang tidak melakukan transaksi finansial. Dampak yang terasa adalah PHK besar-besaran pada perusahaan, harga hasil pertanian murah, harga barang-barang pokok melonjak tinggi, dll. Mengakibatkan terjadinya pengangguran dan kemiskinan makin tinggi. Pelaku dari ini adalah orang-orang yang mempunyai uang banyak dan pemerintah dalam jumlah kecil yang berdampak pada rakyat yang berjumlah besar.
2.      Inflasi
Penanggulangan Inflasi dinegara-negara yang menganut kapitalisme ini sangat merugikan rakyat. Penanggulangan Inflasi di negara kapitalis/neolib menggunakan sistem riba yaitu dengan cara menaikan suku bunga. Dengan kebijakan menaikan bunga secara otomatis suku bunga pinjaman naik dan pengusaha akan menaikan harga atau menekan harga pokok. Ini akan berimbas pada naiknya harga-harga yang ada dipasaran atau para pemilik uang akan lebih menyukai menabungkan uangnya daripada berinvesstasi dalam sektor riil.
3.      Penimbunan
Islam sangat melaknat orang yang melakukan penimbunan barang tanpa dibenarkan secara syariat. Penimbunan ini akan berimbas pada kelangkaan barang yang mengakibatkan barang-barang menjadi naik. Hal ini sangat berimbas pada orang-orang yang berpenghasilan tetap atau sektor usaha. Pengeluaran untuk memenuhi kebutuhan akan meningkat.
Masih banyak lagi transaksi-transaksi yang dzolim yang mengakibatkan sesorang semakin sulit dalam memenuhi kebutuhan, misalnya penipuan dalam pasar, permainan perdagangan, dll. Maka dari itu Islam mensyariatkan untuk bertransaksi halal agar terjadi kesempurnaan ekonomi.
Thoyib disini lebih mengutamakan trasaksi yang membawa manfaat bagi orang lain atau diri sendiri tanpa merugikan orang lain atau diri sendiri yang diatur syariat. Transaksi yang haram adalah perbuatan dzolim yang bisa merugikan orang lain atau bisa mengambil hak orang lain.
6.    Ta’wun (tolong menolong)
Islam mensyariatkan agar sesama tetangga, masyarakat, atau manusia untuk tolong menolong. Tolong menolong ini banyak bentuknya dalam mengentaskan kemiskinan. misalnya adalah pertama,tolong menolong dalam pinjam meminjam, Islam mengharamkan pinjam meminjam untuk keperluan non produktif ada tambahan. Ini akan meringankan peminjam. Kedua, tolong menolong dalam hal produktif salah satu contoh adalah saling membantu untuk kebutuhan tenaga kerja dalam pertanian ata permodalan. Ketiga, tolong menolong dalam mebina masyarakat dalam bentuk pendidikan, peningkatan ekonomi, penyedian lapangan pekerjaan, dll. Kempat, tolong menolong kepada orang yang ditimpa musibah seperti sakit.
Dalam hal ini sangat diperlukan sekali untuk rasa tolong menolong, dikarenakan orang miskin sulit mengakses permodalan ke perbankan, mahalnya pendidikan, mahalnya kesehatan, dll.
7.         Larangan Menumpuk Harta atau Investasi dalam Sektor Riil
Yang kedua, ialah seyoganya orang tidak mengumpulkan harta yang meskipun di dapatnya dengan jalan sah, karena akan menghambat perputaran (distribusi) kekayaan dan merusak keseimbangan serta pembagiannya dikalangan masyarakat. Orang yang mengumpulkan harta dan tidak membelanjakannya, tidak hanya mencampakkan dirinya kedalam penyakit moral saja, tetapi juga melakukan sesuatu kejahatan besar terhadap masyarakat banyak, di mana mudharat dan keburukannya akan kembali menimpa dirinya sendiri juga. Oleh sebab itu Islam memerangi kebathilan, sebagaimana firman Allah SWT dalam QS. Ali Imran (3) : 18 yang artinya :" sekali-kali jangan lah orang-orang yang bathil dengan harta yang dikaruniakan allah, mereka menyangka, bahwa kebathilan itu baik bagi mereka, bahkan kebathilan itu adalah buruk bagi mereka".
Membelanjakan harta di Jalan Allah Pada sisi lain, Islam menyuruh kepada ummatnya untuk membelanjakan harta, meski Islam juga melarang untuk bersikap boros. Namun dengan perintah ini bukan berarti ada legitimasi bagi ummat Islam untuk membelanjakan harta dengan royal dan boros, apalagi tujuan pengeluaran itu hanya untuk pemenuhi kepuasan hawa nafsu belaka (hedonisme). Maksud diperintahkannya membelanjakan harta yaitu membelanjakan harta dengan disertai syarat fi sabilillah, di jalan allah. Hal ini sesuai dengan QS. Al- baqarah (2) : 219
Artinya : "dan mereka bertanya kepadamu, apa yang mereka belanjakan ? katakanlah,
yang lebih dari keperluan".
Dan Allah juga berfirman dalam QS. An- Nisa' (4) : 36.
Artinya : "Sembahlah olehmu akan Allah, janganlah kamu mempersekutukan-Nya dengan sesuatu. Dan berbuat baiklah kepada keduia ibu bapak, karib kerabat, anak yatim, orang-orang miskin, tetangga yang dekat dan tetangga yang jauh, teman sejawat, orang-orang musafir dan hamba sahayamu".
Ayat-ayat diatas memberi pelajaran bagi kita, sesungguhnya sangkaan-sangkaan kapitalis yang mengatakan bahwa apabila ia mengeluarkan hartanya di jalan kebaikan, maka ia akan jatuh miskin dan apabila dikumpulkan hartanya, maka ia akan menjadi kaya, sedang Islam berkata :"sesungguhnya Allah memberikan harta seorang apabila dibelanjakannya dijalan kebajikan dan melipatgandakannya".
Seorang kapitalis menyangka bahwa semua harta yang dikeluarkan dijalan kebajikan telah hilang dan tak akan kembali lagi. Namun Islam membantah, bahwa harta yang dibelanjakan dijalan kebajikan itu tidak akan hilang, dan akan kembali kepada yang yang memilikinya dengan sejumlah keuntungan yang besar di hari kemudian. Allah berfirman dalam QS. Fathir : 20-30 :
Artinya : "Dan mereka membelanjakan hartanya dari rizki yang kami anugerahkan kepada mereka dengan diam-diam dan terang-terangan. Mereka mengharapkan perniagaan yang tidak akan merugi, karena allah akan menyempurnakan kepada mereka pahala mereka dan menambah kepada mereka dari karunia-Nya".
Dalam arti kata lainnya adalah menumpuk harta tanpa dibenarkan oleh syariat, bisa berpotensi krisis. Karena harta tersebut tidak produktif, Islam sangat menekankan agar harta selalu produktif atau berputar. Hal yang perlu ditempuh ialah dengan cara Investasi dalam bentuk mudharabah, musyarakah, dll atau dengan cara pinjaman sosial atau qordlu hasan. Dan masih banyak cara lain yang ditempuh agar harta tidak menumpuk. Ini akan membuka lapangan kerja baru dan membuka usaha-usaha baru.

8.      Berprilaku Hemat
Islam memperhatikan dan mengawasi perputaran kekayaan pada seluruh masyarakat, dan ditentukannya satu bagian dari harta orang-orang kaya untuk diberikan kepada fakir dan miskin pada satu sisi, dan pada sisi lain diperintahkannya kepada tiap-tiap individu dalam mengeluarkan hartanya (pembelanjaan), hingga keseimbangan dalam pembagian kekayaan tidak terganggu karena kelalaian dan keterlaluan individu-individu dalam mempergunakan kekayaan mereka. Dalam hal ini Allah SWT berfirman dalam QS. Al- Furqan :67 yang artinya :"Dan orang-orang yang apabila membelanjakan (harta) tidak berlebih-lebihan, dan tidak pula kikir, tetapi adalah (pembelanjaan) itu di tengah-tengah antara yang demikian".
Dalam hal ini, Islam tidak menghendaki seyogyanya orang membelanjakan harta kecuali dalam lingkungan batas-batas kemampuan ekonominya. Tidak dihalalkan baginya melampaui batas, hingga pengeluarannya lebih besar dari pada pendapatannya, kemudian ia terpaksa menjadi seorang pengemis dan perampas harta orang lain, atau berhutang kepada orang lain tanpa ada keperluan yang sesungguhnya kemudian tidak membayarnya kepadanya, atau menjual semua alat-alat dan perabot rumah tangga yang dimilikinya untuk membayar hutangnya, dan memasukkan dirinya kedalam golongan orang fakirmiskin karena perbuatannya sendiri.
Artinya mengeluarkan atau membelanjakan dalam lingkungan batas-batas kemampuan adalah jika seseorang mempunyai penghasilan yang besar, ia boleh membelanjakan semaunya secara boros dan mewah, bersenag-senang dan berfoya-foya sepanjang hidupnya. Namun karib kerabatnya, teman sejawatnya, dan tetangganya yang ada di sekelilingnya melewatkan hari-hari sepanjang hidupnya dalam keadaan lapar, miskin, dan sengsara. Mereka hampir-hampir tidak dapat memperoleh suatu yang dapat dipergunakan mereka untuk mempertahankan kelanjutan hidup mereka. Pembelanjaan yang semata-mata didorong oleh seperti dipandang oleh Islam ebagai suatu tindak melakukan pemborosan.
Disisi lain untuk memenuhi kebutuhan yang sesuai dengan apa yang dibutuhkan, perlu adanya perencanaan keuangan agar tidak terjerumus pada kemiskinan. Perencanaan tersebut lebih betitik pada penyisihan uang/harta untuk investasi dan kebutuhan penting yang bersifat mendadak. Hal ini bisa dilakukan dengan cara berhemat.

Daftar Pustaka
§  Al-Qur’an
§  Al Hadits
§  Yusuf Qardawi 1973. Fiqihus Zakat atau Hukum Zakat. Lentera Anatar Nusa
§  Abu A'la al-Maududi, Dasar dasar ekonomi dalam Islam dan Berbagai Sistem masa Kini. Bandung: Al-Ma'arif, 1980,
§  Dr. Yusuf Qardawi. Teologi Kemiskinan
§  Imam Abu Ubaid al Qasim (771-818) Al Amwal (Ekslopedia Keuangan Publik) Penerjemah Setiawan Budi Utomo. Gema Insani




[1] Hasyah Dasuqi, jilid 1, hal, 492; Syarah al-Azhar, jilid 1 hal 509
[2] Kitab Al-Amwal karya Abu Ubaid al-Qasim (774-818 M)
[3]  Maksud dari orang yang meminta makanan ialah orang yang mencari rizki dari bekerja sehingga orang tersebut meminta imbalan untuk mencari makan
[4] Kitab al-Amwal karya Abu Ubaid’ al-Qosim ­hal 112 terjemahan.
[5] Fiqihuz Zakat karya Yusuf Qardawi terjemah hal 87 dan 744

Jumat, 03 Agustus 2012

Kitab Zakat Shahih Muslim


Kitab Zakat

1. Tidak ada kewajiban zakat budak dan kuda bagi seorang muslim
  • Hadis riwayat Abu Said Al-Khudri: ia berkata:
Dari Nabi, beliau bersabda: Tidak ada zakat pada hasil bumi yang kurang dari lima Wasaq (tiga ratus sha'), tidak ada zakat pada unta yang kurang dari lima ekor, tidak ada zakat pada perak yang kurang dari lima uqiyah. (Shahih Muslim No.1625)
  • Hadis riwayat Abu Hurairah ra.:
Bahwa Rasulullah saw. bersabda: Tidak ada kewajiban zakat budak dan kuda bagi seorang muslim. (Shahih Muslim No.1631)
2. Tentang mendahulukan zakat dan keengganan mengeluarkannya
  • Hadis riwayat Abu Hurairah ra., ia berkata:
Rasulullah saw. mengutus Umar untuk menarik zakat. Lalu dikatakan bahwa Ibnu Jamil, Khalid bin Walid dan Abbas, paman Nabi saw. enggan mengeluarkan zakat. Lalu Rasulullah saw. bersabda: Penolakan Ibnu Jamil tidak lain hanyalah pengingkaran terhadap nikmat, dahulu ia melarat, lalu Allah menjadikannya kaya. Adapun Khalid, maka kalianlah yang menganiaya Khalid. Dia telah mewakafkan baju besi dan peralatan perangnya pada jalan Allah. Sedangkan Abbas, maka zakatnya menjadi tanggunganku begitu pula zakat semisalnya. Kemudian beliau bersabda: Hai Umar, tidakkah engkau merasa bahwa paman seseorang itu mewakili ayahnya?. (Shahih Muslim No.1634)
3. Zakat fitrah wajib atas orang-orang muslim, berupa kurma dan gandum
  • Hadis riwayat Ibnu Umar ra.:
Bahwa Rasulullah saw. mewajibkan zakat fitrah dari bulan Ramadan kepada manusia, yaitu satu sha` (gantang) kurma atau satu sha` gandum atas setiap muslim, merdeka atau budak, lelaki maupun wanita. (Shahih Muslim No.1635)
  • Hadis riwayat Abu Said Al-Khudri ra., ia berkata:
Kami selalu mengeluarkan zakat fitrah satu sha` makanan atau satu sha` gandum atau satu sha` kurma atau satu sha` keju atau satu sha` anggur. (Shahih Muslim No.1640)
4. Perintah mengelurkan zakat fitrah sebelum salat ied
  • Hadis riwayat Ibnu Umar ra.:
Bahwa Rasulullah saw. memerintahkan agar zakat fitrah diberikan sebelum manusia berangkat untuk salat Ied. (Shahih Muslim No.1645)
5. Dosa orang yang enggan membayar zakat
  • Hadis riwayat Abu Hurairah ra., ia berkata:
Rasulullah saw. bersabda: Setiap pemilik emas atau perak yang tidak mau memenuhi haknya (tidak mau membayar zakat), pada hari kiamat pasti ia akan diratakan dengan lempengan-lempengan bagaikan api, lalu lempengan-lempengan itu dipanaskan di neraka Jahanam, kemudian lambungnya diseterika dengan lempengan itu, juga dahi dan punggungnya. Setiap kali lempengan itu mendingin, akan dipanaskan kembali. Hal itu terjadi dalam sehari yang lamanya sama dengan lima puluh ribu tahun. Hal ini berlangung terus sampai selesai keputusan untuk tiap hamba. Lalu ditampakkan jalannya, ke surga atau ke neraka. Ada yang bertanya: Wahai Rasulullah, bagaimana dengan unta? Rasulullah saw. bersabda: Begitu pula pemilik unta yang tidak mau memenuhi haknya. Di antara haknya adalah (zakat) susunya pada waktu keluar. Pada hari kiamat, pasti unta-unta itu dibiarkan di padang terbuka, sebanyak yang ada, tidak berkurang seekor anak unta pun dari unta-untanya itu. Dengan tapak kakinya, unta-unta itu akan menginjak-injak pemiliknya dan dengan mulutnya, mereka menggigit pemilik itu. Setelah unta yang pertama telah melewatinya, maka unta yang lain kembali kepadanya. Ini terjadi dalam satu hari yang lamanya sama dengan lima puluh ribu tahun, sampai selesai keputusan untuk tiap hamba, ke surga atau ke neraka. Ada yang bertanya: Wahai Rasulullah, bagaimana dengan sapi dan kambing? Rasulullah saw. bersabda: Demikian juga pemilik sapi dan kambing yang tidak mau memenuhi hak sapi dan kambing miliknya itu. Pada hari kiamat, tentu sapi dan kambing itu akan dilepas di suatu padang yang rata, tidak kurang seekor pun. Sapi-sapi dan kambing-kambing itu tidak ada yang bengkok, pecah atau hilang tanduknya. Semuanya menanduk orang itu dengan tanduk-tanduknya dan menginjak-injak dengan tapak-kaki tapak-kakinya. Setiap lewat yang pertama, maka kembalilah yang lain. Demikian terus-menerus dalam satu hari yang sama dengan lima puluh ribu tahun, sampai selesai keputusan untuk tiap hamba, ke surga atau ke neraka. Ditanyakan: Wahai Rasulullah, bagaimana dengan kuda? Beliau bersabda: Kuda itu ada tiga macam; menjadi dosa bagi seseorang, menjadi tameng bagi seseorang dan menjadi ganjaran bagi seseorang. Adapun kuda yang menjadi dosa bagi seseorang adalah kuda yang diikat dengan maksud pamer, bermegah-megahan dan memusuhi penduduk Islam, maka kuda itu bagi pemiliknya merupakan dosa. Adapun yang menjadi tameng bagi seseorang adalah kuda yang diikat pemiliknya untuk berjuang di jalan Allah, kemudian pemilik itu tidak melupakan hak Allah yang terdapat pada punggung dan leher kuda, maka kuda itu menjadi tameng bagi pemiliknya (penghalang dari api neraka). Adapun kuda yang menjadi ganjaran bagi pemiliknya adalah kuda yang diikat untuk berjuang di jalan Allah, untuk penduduk Islam pada tanah yang subur dan taman. Maka sesuatu yang dimakan oleh kuda itu pada tanah subur atau taman tersebut, pasti dicatat untuk pemiliknya sebagai kebaikan sejumlah yang telah dimakan oleh kuda dan dicatat pula untuk pemiliknya kebaikan sejumlah kotoran dan air kencingnya. Bila tali pengikat terputus, lalu kuda itu membedal, lari sekali atau dua kali, maka Allah akan mencatat untuk pemiliknya kebaikan sejumlah langkah-langkah dan kotoran-kotorannya. Dan jika pemilik kuda itu melewatkan kudanya pada sungai, kemudian kuda itu minum dari air sungai tersebut, padahal ia tidak hendak memberi minum kudanya itu, maka Allah pasti mencatat untuknya kebaikan sejumlah apa yang telah diminum kudanya. Ditanyakan: Wahai Rasulullah, bagaimana dengan keledai? Rasulullah saw. bersabda: Tidak ada wahyu yang diturunkan kepadaku tentang keledai kecuali satu ayat yang unik dan menyeluruh ini: Barang siapa mengerjakan kebaikan seberat dzarrahpun, niscaya ia akan melihat balasannya. Dan barang siapa mengerjakan kejahatan seberat dzarrahpun, niscaya ia akan melihat balasannya. (Shahih Muslim No.1647)
6. Hukuman keras bagi orang yang tidak mau membayar zakat
  • Hadis riwayat Abu Zar ra., ia berkata:
Aku menghampiri Nabi saw. yang sedang duduk di bawah bayang-bayang Kakbah. Ketika beliau melihatku beliau bersabda: Mereka benar-benar merugi, demi Tuhan Kakbah! Kemudian aku duduk, tetapi tidak tenang, maka aku segera bertanya: Wahai Rasulullah, demi ayah dan ibuku sebagai tebusanmu, siapakah mereka? Rasulullah saw. menjawab: Mereka adalah orang-orang yang paling banyak harta, kecuali yang berkata begini, begini dan begini (beliau memberi isyarat ke depan, ke belakang, ke kanan dan ke kiri). Mereka yang mau berbuat demikian sangat sedikit. Setiap pemilik unta atau sapi atau kambing yang tidak mau membayar zakatnya, pasti nanti pada hari kiamat, hewan-hewan itu akan datang dalam keadaan lebih besar dan lebih gemuk dari sebelumnya, menanduki pemiliknya dengan tanduk-tanduknya dan menginjak-injak dengan telapak kaki-telapak kakinya. Setiap kali yang lain telah selesai, datang lagi yang pertama sampai diputuskan di hadapan seluruh manusia. (Shahih Muslim No.1652)
  • Hadis riwayat Abu Hurairah ra.:
Bahwa Nabi saw. bersabda: Tidak akan membuat aku senang jika aku mempunyai emas sebesar gunung Uhud, bahkan ditambah lagi (gunung) kedua dan ketiga, kecuali satu dinar milikku yang aku sisakan untuk membayar utang tanggunganku. (Shahih Muslim No.1653)
7. Tentang orang yang menimbun harta dan kecaman keras terhadap mereka
  • Hadis riwayat Abu Zar ra.:
Dari Ahnaf bin Qais, ia berkata: Aku datang ke Madinah. Ketika sampai di suatu halaqah (majlis taklim), di dalamnya terdapat beberapa pemuka Quraisy, tiba-tiba datang seorang lelaki yang kasar pakaiannya, kasar badannya dan buruk wajahnya, ia berhenti pada mereka dan berkata: Kabarkan kepada orang-orang yang menimbun harta (dan tidak mau mengeluarkan zakat) dengan batu bara yang akan dipanaskan di dalam neraka Jahanam, lalu diletakkan pada puting buah dada salah seorang di antara mereka kemudian menembus sampai tulang rawan di ujung kedua bahunya dan diletakkan pada tulang rawan di ujung kedua bahunya hingga tembus sampai puting buah dadanya sambil bergetar-getar. Ia (Ahnaf) berkata: Maka mereka semua tertunduk malu (karena ucapan tersebut). Aku tidak melihat seorang pun di antara mereka yang memandangnya kembali. Lalu orang itu pergi. Aku mengikutinya sampai ia berhenti pada sebuah rombongan. Aku berkata: Aku tidak melihat pada mereka, kecuali ketidaksukaan terhadap apa yang engkau katakan kepada mereka. Orang itu berkata: Orang-orang itu tidak tahu apa-apa. Dahulu orang yang kucintai, Abul Qasim (Rasulullah) saw. memanggilku, lalu aku memenuhi panggilannya. Beliau bertanya: Apakah engkau melihat gunung Uhud? Aku (orang itu) memandang matahari yang menyengatku, aku menyangka bahwa beliau (Rasulullah saw.) akan mengutusku untuk suatu keperluan. Aku menjawab: Aku melihatnya. Rasulullah saw. bersabda: Tidak membuat aku senang seandainya aku mempunyai emas sebesar (gunung Uhud) itu yang aku belanjakan seluruhnya, kecuali tiga dinar. Kemudian orang-orang itu mengumpulkan dunia, mereka tidak memikirkan apa-apa. Katanya (Ahnaf): Aku bertanya: Ada masalah apa antara engkau dengan saudara-saudaramu dari Quraisy? Kenapa engkau tidak mendatangi dan meminta kepada mereka lalu engkau mendapatkan bagian dari mereka? Orang itu berkata: Tidak, demi Tuhanmu, aku tidak akan meminta dunia kepada mereka dan tidak akan meminta fatwa agama kepada mereka sampai aku bertemu Allah dan Rasul-Nya. (Shahih Muslim No.1656)
8. Dorongan membelanjakan harta dan pemberian kabar gembira kepada orang yang membelanjakan harta dengan gantinya
  • Hadis riwayat Abu Hurairah ra.:
Bahwa Nabi saw. bersabda: Allah Taala berfirman: Hai anak cucu Adam, berinfaklah kalian, maka Aku akan memberi ganti kepadamu. Rasulullah saw. bersabda: Anugerah Allah itu penuh dan deras. Ibnu Numair berkata: (Maksud dari) mal'aan adalah pemberian yang banyak dan mendatangkan keberkahan, tidak mungkin terkurangi oleh apapun di waktu malam dan siang. (Shahih Muslim No.1658)
9. Memulai nafkah pada diri sendiri lalu pada keluarganya kemudian pada kerabat
  • Hadis riwayat Jabir ra., ia berkata:
Seorang dari Bani Udzrah memerdekakan budaknya dengan syarat kematiannya (misalnya dengan mengatakan: Engkau merdeka, jika aku meninggal). Hal itu sampai kepada Rasulullah saw. lalu beliau bertanya: Apakah engkau mempunyai harta lain? Orang itu menjawab: Tidak. Rasulullah saw. bersabda: Siapakah yang mau membelinya dariku? Nu'aim bin Abdullah Al-Adawi membelinya dengan harga delapan ratus dirham. Lalu Rasulullah saw. membawa harga jual budak itu dan membayarkannya kepada orang tersebut (pemiliknya). Kemudian bersabda: Mulailah untuk dirimu, bersedekahlah untuk dirimu. Jika masih tersisa, maka berinfaklah kepada keluargamu dan jika masih tersisa, maka berinfaklah kepada kerabatmu. Bila dari kerabatmu masih tersisa, maka begini dan begini. Ia (Jabir) menjelaskan: Tetangga depanmu, tetangga kananmu dan tetangga kirimu. (Shahih Muslim No.1663)
10. Keutamaan nafkah dan sedekah kepada kaum kerabat, istri, anak-anak dan kedua orang tua meskipun mereka adalah orang-orang musyrik
  • Hadis riwayat Anas bin Malik ra., ia berkata:
Abu Thalhah adalah seorang sahabat Ansar yang paling banyak harta di Madinah. Dan harta yang paling ia sukai adalah kebun Bairaha. Kebun itu menghadap ke mesjid Nabawi. Rasulullah saw. biasa masuk ke kebun itu untuk minum airnya yang tawar. Anas berkata: Ketika turun ayat ini: Sekali-kali kalian tidak sampai kepada kebaikan (yang sempurna) sebelum kalian menafkahkan sebagian harta yang kalian cintai. Abu Thalhah datang kepada Rasulullah saw. dan berkata: Allah telah berfirman dalam kitab-Nya: Sekali-kali kalian tidak sampai kepada kebaikan (yang sempurna) sebelum kalian menafkahkan sebagian harta yang kalian cintai, sedangkan harta yang paling aku cintai adalah kebun Bairaha, maka kebun itu aku sedekahkan karena Allah. Aku mengharapkan kebaikan dan simpanannya (pahalanya di akhirat) di sisi Allah. Oleh sebab itu, pergunakanlah kebun itu, wahai Rasulullah, sekehendakmu. Rasulullah saw. bersabda: Bagus! Itu adalah harta yang menguntungkan, itu adalah harta yang menguntungkan. Aku telah mendengar apa yang engkau katakan mengenai kebun itu. Dan aku berpendapat, hendaknya kebun itu engkau berikan kepada kaum kerabatmu. Lalu Abu Thalhah membagi-bagi kebun itu dan memberikannya kepada kaum kerabat dan anak-anak pamannya. (Shahih Muslim No.1664)
  • Hadis riwayat Maimunah binti Harits ra.:
Bahwa ia memerdekakan seorang budak pada zaman Rasulullah saw. Ketika hal itu ia tuturkan kepada Rasulullah saw, beliau bersabda: Seandainya budak itu engkau berikan kepada bibi-bibimu, tentu lebih besar lagi pahalamu. (Shahih Muslim No.1666)
  • Hadis riwayat Zainab ra., ia berkata:
Rasulullah saw. bersabda: Bersedekahlah kalian, wahai kaum wanita, meskipun dari perhiasan kalian! Kemudian aku (Zainab) kembali kepada Abdullah, dan berkata: Engkau adalah seorang lelaki yang tidak banyak harta, sedangkan Rasulullah saw. telah memerintahkan kita untuk bersedekah, maka datanglah kepada beliau untuk menanyakan apakah cukup sedekahku aku berikan kepadamu. Jika tidak, aku akan berikan kepada selain engkau. Abdullah berkata: Engkau sajalah yang datang menemui beliau. Lalu berangkat, ternyata di depan pintu rumah Rasulullah saw. sudah ada seorang wanita Ansar yang sama keperluannya dengan keperluanku. Pada saat itu Rasulullah saw. sedang merasa segan, lalu Bilal keluar menemui kami. Kami berkata kepadanya: Temuilah Rasulullah saw. beritahukan kepada beliau bahwa ada dua orang wanita di depan pintu yang ingin bertanya: Apakah cukup sedekah keduanya diberikan kepada suami mereka dan kepada anak-anak yatim yang berada dalam tanggungan mereka? Tapi jangan katakan siapa kami. Lalu Bilal masuk menemui Rasulullah saw. dan bertanya kepada beliau. Rasulullah saw. bertanya: Siapakah mereka berdua? Bilal menjawab: Seorang wanita Ansar dan Zainab. Rasulullah saw. bertanya: Zainab yang mana? Bilal menjawab: Istri Abdullah. Rasulullah saw. bersabda kepada Bilal: Mereka berdua mendapatkan dua pahala, pahala kerabat dan pahala sedekah. (Shahih Muslim No.1667)
  • Hadis riwayat Ummu Salamah ra., ia berkata:
Aku pernah bertanya kepada Rasulullah saw.: Wahai Rasulullah, Apakah aku mendapatkan pahala bila aku memberi nafkah kepada anak-anak Abu Salamah, aku tidak dapat membiarkan mereka ke sana ke mari (mencari rezeki), bagaimanapun mereka juga anak-anakku. Rasulullah saw. bersabda: Ya, engkau mendapatkan pahala apa yang engkau nafkahkan kepada mereka. (Shahih Muslim No.1668)
  • Hadis riwayat Abu Masud Al-Badri ra.:
Dari Nabi saw., beliau bersabda: Sesungguhnya seorang muslim, jika memberikan nafkah kepada keluarganya dan ia mengharap pahala darinya, maka nafkahnya itu menjadi sedekah baginya. (Shahih Muslim No.1669)
  • Hadis riwayat Asma ra., ia berkata:
Aku bertanya kepada Rasulullah saw.: Wahai Rasulullah, ibuku (seorang musyrik) datang kepadaku mengharap bakti dariku. Apakah aku harus berbakti kepadanya? Rasulullah saw. bersabda: Ya. (Shahih Muslim No.1670)
11. Pahala sedekah sampai untuk mayit
  • Hadis riwayat Aisyah ra.:
Bahwa seorang lelaki datang kepada Nabi saw. dan berkata: Wahai Rasulullah, ibuku meninggal dunia mendadak dan tidak sempat berwasiat. Tetapi aku menduga seandainya ia dapat berbicara, tentu ia akan bersedekah. Apakah ia mendapat pahala jika aku bersedekah untuknya? Rasulullah saw. bersabda: Ya. (Shahih Muslim No.1672)
12. Menerangkan bahwa sebutan sedekah juga dapat diterapkan pada setiap macam kebaikan
  • Hadis riwayat Abu Musa ra.:
Dari Nabi saw., beliau bersabda: Setiap muslim wajib bersedekah. Ditanyakan: Apa pendapatmu jika ia tidak mempunyai sesuatu (untuk bersedekah)? Rasulullah saw. bersabda: Dia bekerja dengan kedua tangannya, sehingga ia dapat memberi manfaat dirinya dan bersedekah. Ditanyakan pula: Apa pendapatmu, jika ia tidak mampu? Rasulullah saw. bersabda: Dia dapat membantu orang dalam keperluan mendesak. Ditanyakan lagi: Apa pendapatmu, bila tidak mampu? Rasulullah saw. bersabda: Dia dapat memerintahkan kebaikan. Masih ditanyakan lagi: Apa pendapatmu jika ia tidak melakukannya? Rasulullah saw. bersabda: Dia dapat menahan diri dari berbuat kejahatan, karena itu adalah sedekah. (Shahih Muslim No.1676)
  • Hadis riwayat Abu Hurairah ra., ia berkata:
Rasulullah saw. bersabda: Setiap ruas tulang manusia wajib bersedekah setiap hari, di mana matahari terbit. Selanjutnya beliau bersabda: Berlaku adil antara dua orang adalah sedekah, membantu seseorang (yang kesulitan menaikkan barang) pada hewan tunggangannya, lalu ia membantu menaikkannya ke atas punggung hewan tunggangannya atau mengangkatkan barang-barangnya adalah sedekah. Rasulullah saw. juga bersabda: Perkataan yang baik adalah sedekah, setiap langkah yang dikerahkan menuju salat adalah sedekah dan menyingkirkan duri dari jalan adalah sedekah. (Shahih Muslim No.1677)
13. Tentang orang yang berinfak dan orang yang enggan berinfak
  • Hadis riwayat Abu Hurairah ra., ia berkata:
Rasulullah saw. bersabda: Setiap hari, di mana para hamba memasuki waktu pagi, pasti ada dua malaikat yang turun. Satu di antara keduanya berdoa: "Ya Allah, berikanlah ganti kepada orang yang berinfak", dan yang satu lagi berdoa: "Ya Allah, berikanlah kemusnahan (kerugian) kepada orang yang enggan berinfak". (Shahih Muslim No.1678)
14. Ajakan bersedekah sebelum datang masa di mana ia tidak menemukan orang yang menerimanya (akhir zaman)
  • Hadis riwayat Haritsah bin Wahab ra., ia berkata:
Aku mendengar Rasulullah saw. bersabda: Bersedekahlah kalian, karena hampir saja seseorang berjalan membawa sedekahnya, lalu orang yang hendak diberi sedekah berkata: Seandainya engkau memberikan kepadaku kemarin, tentu aku menerimanya. Sekarang aku tidak lagi memerlukannya. Orang itu tidak menemukan orang yang mau menerima sedekahnya. (Shahih Muslim No.1679)
  • Hadis riwayat Abu Musa ra.:
Dari Nabi saw., beliau bersabda: Pasti akan datang kepada manusia suatu zaman, di mana seseorang berkeliling membawa sedekah emas, lalu ia tidak menemukan seorang pun yang mau mengambilnya. Dan terlihat seseorang diikuti oleh empat puluh orang wanita yang berlindung kepadanya karena sedikitnya kaum lelaki dan banyaknya kaum wanita. (Shahih Muslim No.1680)
  • Hadis riwayat Abu Hurairah ra.:
Bahwa Rasulullah saw. bersabda: Tidak akan terjadi hari kiamat sebelum harta menjadi banyak dan melimpah, sampai-sampai seseorang yang hendak mengeluarkan zakat hartanya tidak mendapati orang yang mau menerimanya dan sampai tanah Arab kembali menjadi padang gembala dan sungai-sungai. (Shahih Muslim No.1681)
15. Penerimaan sedekah adalah dari hasil usaha yang baik dan pengembangan yang baik pula
  • Hadis riwayat Abu Hurairah ra., ia berkata:
Rasulullah saw. bersabda: Tidaklah seorang yang bersedekah dengan harta yang baik, Allah tidak menerima kecuali yang baik, kecuali (Allah) Yang Maha Pengasih akan menerima sedekah itu dengan tangan kanan-Nya. Jika sedekah itu berupa sebuah kurma, maka di tangan Allah yang Maha Pengasih, sedekah itu akan bertambah sampai menjadi lebih besar dari gunung, sebagaimana seseorang di antara kalian membesarkan anak kudanya atau anak untanya. (Shahih Muslim No.1684)
16. Sunat bersedekah walau hanya separoh kurma atau perkataan yang baik dan sedekah merupakan tabir dari api neraka
  • Hadis riwayat Adi bin Hatim ra., ia berkata:
Aku mendengar Nabi saw. bersabda: Barang siapa di antara kalian mampu berlindung dari neraka walau hanya dengan separoh kurma, maka hendaklah ia melakukannya (bersedekah). (Shahih Muslim No.1687)
17. Kuli angkut mendapat pahala dari upah yang disedekahkan dan larangan keras menolak merendahkan orang yang bersedekah sedikit
  • Hadis riwayat Abu Masud ra., ia berkata:
Ketika kami diperintahkan untuk bersedekah, kami menjadi kuli angkut (dan kami bersedekah dari upah pekerjaan itu). Abu Aqil bersedekah dengan setengah sha`. Seseorang membawa sedekah sedikit lebih banyak darinya. Orang-orang munafik berkata: Sesungguhnya Allah tidak butuh sedekah orang ini, orang ini melakukan hal itu hanya untuk pamer. Lalu turunlah ayat: yaitu orang-orang yang mencela orang-orang mukmin yang memberi sedekah dengan sukarela dan mencela orang-orang yang tidak mendapatkan "sesuatu untuk disedekahkan" selain sekedar jerih payahnya. (Shahih Muslim No.1692)
18. Keutamaan meminjamkan unta perah
  • Hadis riwayat Abu Hurairah ra.:
Bahwa Nabi saw. bersabda: Ingatlah, bahwa seseorang yang memberikan unta perah kepada anggota keluarganya, yang dapat menghasilkan sepanci besar susu setiap keluar di pagi dan sore, maka pahalanya sungguh sangat besar. (Shahih Muslim No.1693)
  • Hadis riwayat Abu Hurairah ra.:
Dari Nabi saw. bahwa beliau melarang beberapa hal lalu menyebutkan beberapa perangai dan bersabda: Barang siapa memberi pinjaman unta, maka unta itu memasuki waktu pagi dengan sedekah dan memasuki waktu sore dengan sedekah, yakni susunya di pagi hari dan di sore hari itu. (Shahih Muslim No.1694)
19. Perumpamaan orang yang berinfak dan orang kikir
  • Hadis riwayat Abu Hurairah ra.:
Dari Nabi saw., beliau bersabda: Perumpamaan orang yang berinfak dan orang yang bersedekah adalah seperti seorang lelaki yang mengenakan dua jubah atau dua baju besi mulai dadanya sampai ke atas. Apabila orang yang berinfak hendak berinfak, (dalam riwayat lain) Apabila orang yang bersedekah hendak bersedekah, maka baju itu menjadi longgar padanya. Dan kalau orang bakhil hendak berinfak, maka baju itu menjadi sesak dan terasa kecil, sehingga dapat menutupi jari-jarinya dan menghapus jejaknya. Lalu ia berkata: Kata Abu Hurairah ra.: Kemudian beliau bersabda: Orang yang bakhil ingin melonggarkan pakaiannya, tetapi tidak longgar. (Shahih Muslim No.1695)
20. Pahala orang yang bersedekah tetap, meskipun sedekahnya jatuh ke tangan orang yang tak berhak
  • Hadis riwayat Abu Hurairah ra.:
Dari Nabi saw., beliau bersabda: Seorang lelaki berkata: Sungguh aku akan mengeluarkan sedekah pada malam ini. Lalu ia keluar membawa sedekahnya dan jatuh ke tangan seorang wanita pezina. Pada pagi harinya, orang banyak membicarakan: Tadi malam, seorang wanita pezina mendapatkan sedekah. Lelaki itu mengucap: Ya Allah, hanya bagi-Mu segala puji, (sedekahku jatuh pada wanita pezina). Aku akan bersedekah lagi. Dia keluar membawa sedekahnya dan jatuh ke tangan orang kaya. Pada pagi harinya, orang banyak membicarakan: Sedekah diberikan kepada orang kaya. Orang itu mengucap: Ya Allah, hanya bagi-Mu segala puji, (sedekahku jatuh pada orang kaya). Aku akan bersedekah lagi. Kemudian ia keluar membawa sedekah dan jatuh ke tangan pencuri. Pada pagi harinya, orang banyak membicarakan: Sedekah diberikan kepada pencuri. Orang itu mengucap: Ya Allah, hanya bagi-Mu segala puji, sedekahku ternyata jatuh pada wanita pezina, pada orang kaya dan pada pencuri. Lalu ia didatangi (malaikat) dan dikatakan kepadanya: Sedekahmu benar-benar telah diterima. Boleh jadi wanita pezina itu akan menghentikan perbuatan zinanya, karena sedekahmu, orang kaya dapat mengambil pelajaran dan mau memberikan sebagian apa yang telah diberikan Allah kepadanya. Dan mungkin saja si pencuri menghentikan perbuatan mencurinya, karena sedekahmu. (Shahih Muslim No.1698)
21. Pahala bendahara yang tepercaya dan wanita yang bersedekah dari rumah suaminya sesuatu yang belum rusak, baik dengan izin yang jelas maupun secara adat
  • Hadis riwayat Abu Musa ra.:
Dari Nabi saw., beliau bersabda: Sesungguhnya bendahara muslim lagi tepercaya adalah yang melaksanakan (kemungkinan juga beliau bersabda: memberikan) apa yang diperintahkan. Kemudian ia memberikannya sempurna dan banyak dengan jiwa yang baik, lalu ia menyerahkannya kepada orang yang diperintahkan salah seorang yang bersedekah untuk diberikan sedekah. (Shahih Muslim No.1699)
  • Hadis riwayat Aisyah ra., ia berkata:
Rasulullah saw. bersabda: Apabila seorang wanita berinfak dari makanan rumahnya yang tidak rusak, maka ia mendapat pahala dari apa yang telah ia infakkan dan suaminya mendapatkan pahala dengan apa yang telah diusahakan. Demikian pula, bendahara (mendapat pahala) seperti pahala orang yang bersedekah, sebagian mereka tidak mengurangi sedikit pun pahala sebagian yang lain. (Shahih Muslim No.1700)
  • Hadis riwayat Abu Hurairah ra., ia berkata:
Rasulullah saw. bersabda: Wanita yang suaminya ada, tidak boleh berpuasa kecuali dengan izinnya dan tidak boleh mengizinkan orang lain masuk rumah suaminya, saat suaminya ada kecuali dengan izinnya. Dan apapun yang ia infakkan dari hasil kerja suaminya tanpa perintah suaminya, maka separoh pahalanya adalah milik suaminya. (Shahih Muslim No.1704)
22. Orang yang mengumpulkan sedekah dan amal-amal kebaikan
  • Hadis riwayat Abu Hurairah ra.:
Bahwa Rasulullah saw. bersabda: Barang siapa berinfak dengan sepasang (kuda, unta dan sebagainya) di jalan Allah, maka di surga ia dipanggil: Wahai hamba Allah, pintu ini adalah lebih baik. Barang siapa termasuk ahli salat, maka ia dipanggil dari pintu salat. Barang siapa termasuk ahli jihad, maka ia dipanggil dari pintu jihad. Barang siapa termasuk ahli sedekah, maka ia dipanggil dari pintu sedekah. Dan barang siapa termasuk ahli puasa, maka ia dipanggil dari pintu Rayyan. Abu Bakar Sidik bertanya: Wahai Rasulullah, apakah setiap orang pasti dipanggil dari pintu-pintu tersebut. Apakah mungkin seseorang dipanggil dari semua pintu? Rasulullah saw. bersabda: Ya, dan aku berharap engkau termasuk di antara mereka (yang dipanggil dari semua pintu). (Shahih Muslim No.1705)
23. Anjuran berinfak dan makruh menghitung-hitungnya
  • Hadis riwayat Asma binti Abu Bakar ra., ia berkata:
Rasulullah saw. bersabda kepadaku: Berinfaklah atau memberilah dan jangan menghitung-hitung, karena Allah akan memperhitungkannya untukmu. (Shahih Muslim No.1708)
24. Anjuran bersedekah walau sedikit dan jangan enggan bersedekah karena meremehkan yang sedikit
  • Hadis riwayat Abu Hurairah ra.:
Bahwa Rasulullah saw. pernah bersabda: Wahai para wanita muslimah, jangan sekali-kali seseorang meremehkan pemberian tetangganya, meskipun hanya berupa teracak (kuku) kambing. (Shahih Muslim No.1711)
25. Keutamaan merahasiakan sedekah
  • Hadis riwayat Abu Hurairah ra.:
Dari Nabi saw., beliau bersabda: Ada tujuh golongan yang bakal dinaungi oleh Allah di bawah naungan-Nya, pada hari yang tidak ada naungan kecuali naungan-Nya, yaitu: Pemimpin yang adil, pemuda yang tumbuh dengan ibadah kepada Allah (selalu beribadah), seseorang yang hatinya bergantung kepada mesjid (selalu melakukan salat jamaah di dalamnya), dua orang yang saling mengasihi di jalan Allah, keduanya berkumpul dan berpisah karena Allah, seorang yang diajak perempuan berkedudukan dan cantik (untuk berzina), tapi ia mengatakan: Aku takut kepada Allah, seseorang yang memberikan sedekah kemudian merahasiakannya sampai tangan kanannya tidak tahu apa yang dikeluarkan tangan kirinya dan seseorang yang berzikir (mengingat) Allah dalam kesendirian, lalu meneteskan air mata dari kedua matanya. (Shahih Muslim No.1712)
26. Menerangkan bahwa sedekah yang paling utama ialah sedekah orang yang sehat yang kikir
  • Hadis riwayat Abu Hurairah ra., ia berkata:
Seorang lelaki datang kepada Rasulullah saw. lalu berkata: Wahai Rasulullah, sedekah manakah yang paling agung? Rasulullah saw. bersabda: Engkau bersedekah ketika engkau engkau sehat lagi kikir dan sangat memerlukan, engkau takut miskin dan sangat ingin menjadi kaya. Jangan engkau tunda-tunda sampai nyawa sudah sampai di kerongkongan, baru engkau berpesan: Berikan kepada si fulan sekian dan untuk si fulan sekian. Ingatlah, memang pemberian itu hak si fulan. (Shahih Muslim No.1713)
27. Menerangkan bahwa tangan yang di atas lebih baik dari tangan yang di bawah dan tangan yang di atas adalah yang memberi dan tangan yang di bawah adalah yang menerima
  • Hadis riwayat Abdullah bin Umar ra.:
Bahwa Rasulullah saw. ketika berada di atas mimbar, beliau menuturkan tentang sedekah dan menjaga diri dari meminta. Beliau bersabda: Tangan yang di atas lebih baik dari tangan yang di bawah. Tangan yang di atas adalah yang memberi dan yang di bawah adalah yang meminta. (Shahih Muslim No.1715)
  • Hadis riwayat Hakim bin Hizam ra.:
Bahwa Rasulullah saw. bersabda: Sedekah yang paling utama atau sedekah yang paling baik adalah sedekah dari harta yang cukup. Tangan yang di atas lebih baik dari tangan yang di bawah. Mulailah dari orang yang engkau tanggung (nafkahnya). (Shahih Muslim No.1716)
28. Larangan meminta
  • Hadis riwayat Muawiyah ra., ia berkata:
Aku mendengar Rasulullah saw. bersabda: Sesungguhnya aku ini hanyalah bendaharawan, maka barang siapa aku berikan dan kebaikan hatiku, maka ia mendapat keberkahan dan barang siapa yang aku berikan karena ia meminta, maka ia seperti orang yang makan dan tidak akan kenyang. (Shahih Muslim No.1719)
29. Orang miskin adalah orang yang tidak berkecukupan dan tidak diketahui, lalu ia diberi sedekah
  • Hadis riwayat Abu Hurairah ra.:
Bahwa Rasulullah saw. bersabda: Orang miskin itu bukanlah orang yang berkeliling meminta-minta kepada manusia, lalu ia diberikan sesuap, dua suap, sebuah dan dua buah kurma. Para sahabat bertanya: Kalau begitu, siapakah orang miskin itu, wahai Rasulullah? Rasulullah saw. bersabda: Orang yang tidak menemukan harta yang mencukupinya tapi orang-orang tidak tahu (karena kesabarannya, ia menyembunyikan keadaannya dan tidak meminta-minta kepada orang lain), lalu diberi sedekah tanpa meminta sesuatu pun kepada manusia. (Shahih Muslim No.1722)
30. Tidak disukai meminta kepada orang lain
  • Hadis riwayat Abdullah bin Umar ra.:
Bahwa Nabi saw. bersabda: Masih saja seorang engkau meminta-minta hingga ia bertemu Allah dengan wajah tidak berdaging (karena hinanya). (Shahih Muslim No.1724)
  • Hadis riwayat Abu Hurairah ra., ia berkata:
Aku mendengar Rasulullah saw. bersabda: Sungguh, jika salah seorang di antara kalian berangkat pagi untuk mencari kayu yang ia panggul di atas punggungnya, lalu ia menyedekahkannya dan tidak memerlukan pemberian manusia, maka itu adalah lebih baik daripada ia meminta kepada seseorang, baik orang lain itu memberinya ataupun tidak. Karena, tangan yang di atas (yang memberi) lebih utama dari tangan yang di bawah (yang menerima). Dan mulailah dengan orang yang engkau tanggung. (Shahih Muslim No.1727)
31. Orang yang diberi tanpa meminta boleh mengambil secukupnya, tanpa berlebihan
  • Hadis riwayat Umar bin Khathab ra., ia berkata:
Rasulullah saw. pernah memberiku suatu pemberian, lalu aku berkata: Berikanlah saja kepada orang yang lebih memerlukannya dariku. Pada lain kali beliau memberiku uang, aku berkata: Berikanlah kepada orang yang lebih memerlukannya dariku. Lalu Rasulullah saw. bersabda: Ambillah! Apapun harta yang datang kepadamu, sedangkan engkau tidak tamak dan tidak meminta, maka ambillah dan apa yang datang kepadamu, maka janganlah engkau jiwamu mengikutinya. (Shahih Muslim No.1731)
32. Tidak disukai loba kepada harta dunia
  • Hadis riwayat Abu Hurairah ra.:
Bahwa Nabi saw. bersabda: Hati orang tua menjadi muda karena mencintai dua hal; suka dengan kehidupan dan harta. (Shahih Muslim No.1734)
  • Hadis riwayat Anas bin Malik ra., ia berkata:
Rasulullah saw. bersada: Anak cucu Adam menjadi semakin tua, kecuali pada dua hal yang membuatnya menjadi muda, yaitu loba terhadap harta dan loba terhadap umur. (Shahih Muslim No.1736)
33. Seandainya anak cucu Adam mempunyai dua lembah harta, tentu ia masih menginginkan yang ketiga
  • Hadis riwayat Anas bin Malik ra., ia berkata:
Rasulullah saw. bersabda: Seandainya anak cucu Adam mempunyai dua lembah harta, tentu ia masih menginginkan yang ketiga. Padahal yang memenuhi perut anak cucu Adam hanyalah tanah. Dan Allah menerima tobat orang yang mau bertobat. (Shahih Muslim No.1737)
  • Hadis riwayat Ibnu Abbas ra., ia berkata:
Aku mendengar Rasulullah saw. bersabda: Seandainya anak cucu Adam mempunyai harta sepenuh lembah, tentu ia masih ingin memiliki yang ketiga. Padahal yang mengisi perut anak cucu Adam itu hanyalah tanah. Dan Allah selalu menerima tobat orang-orang yang mau bertobat. (Shahih Muslim No.1739)
34. Kaya itu bukanlah karena banyak harta
  • Hadis riwayat Abu Hurairah ra., ia berkata:
Rasulullah saw. bersabda: Kaya itu bukanlah lantaran banyak harta. Tetapi, kaya itu adalah kaya hati. (Shahih Muslim No.1741)
35. Kekhawatiran terhadap keindahan dunia
  • Hadis riwayat Abu Said Al-Khudri ra., ia berkata:
Rasulullah saw. berdiri berkhutbah kepada kaum muslimin. Beliau bersabda: Tidak, demi Allah, aku tidak khawatir atas kalian, wahai manusia, kecuali terhadap keindahan dunia yang dikeluarkan Allah untuk kalian. Seseorang bertanya: Wahai Rasulullah, apakah kebaikan dapat mendatangkan keburukan? Rasulullah, saw. diam sejenak, kemudian beliau bersabda: Apa yang engkau tanyakan? Aku mengulangi pertanyaan: Wahai Rasulullah, apakah kebaikan itu dapat mendatangkan keburukan? Rasulullah saw. menjawab: Kebaikan (yang hakiki) itu hanya akan mendatangkan kebaikan. Apakah dapat dikatakan kebaikan, yang engkau dapat dari keindahan dunia itu? Setiap yang tumbuh pada musim semi itu dapat membunuh karena kekenyangan atau nyaris membunuh, kecuali ternak yang makan. Ternak itu makan, sampai ketika kedua lambungnya telah penuh, ia menghadap ke arah matahari untuk membuang kotoran encer atau kencing, kemudian memamah dan kembali makan. Barang siapa mengambil harta sesuai dengan haknya, maka ia diberkati dalam harta itu. Dan barang siapa mengambil harta tidak menurut haknya, maka ia seperti orang yang makan tapi tidak pernah kenyang. (Shahih Muslim No.1742)
36. Keutamaan sifat iffah dan sabar
  • Hadis riwayat Abu Said Al-Khudri ra.:
Bahwa sebagian orang Ansar meminta kepada Rasulullah saw., maka beliau memberi mereka. Kemudian mereka meminta lagi, beliau pun memberi mereka, sampai ketika telah habis sesuatu yang ada pada beliau, beliau bersabda: Apapun kebaikan yang ada padaku, maka aku tidak akan menyembunyikannya dari kalian. Barang siapa menjaga kehormatan diri, maka Allah akan menjaga kehormatan dirinya. Barang siapa yang merasa cukup, maka Allah akan mencukupinya. Barang siapa yang bersabar, maka Allah akan membuatnya sabar. Seseorang tidak diberi suatu pemberian yang lebih baik dan lebih luas daripada kesabaran. (Shahih Muslim No.1745)
37. Tentang merasa cukup dan menerima apa adanya
  • Hadis riwayat Abu Hurairah ra., ia berkata:
Rasulullah saw. berdoa: "Ya Allah jadikan rezeki keluarga Muhammad cukup untuk satu hari saja". (Shahih Muslim No.1747)
38. Memberi orang yang meminta dengan kata-kata kotor dan kasar
  • Hadis riwayat Anas bin Malik ra., ia berkata:
Aku pernah berjalan bersama Rasulullah saw. Beliau mengenakan selendang dari Najran yang kasar pinggirnya. Tiba-tiba seorang badui berpapasan dengan beliau, lalu menarik selendang beliau dengan kuat. Ketika aku memandang ke sisi leher Rasulullah saw. ternyata pinggiran selendang telah membekas di sana, karena kuatnya tarikan. Orang itu kemudian berkata: Hai Muhammad, berikan aku sebagian dari harta Allah yang ada padamu. Rasulullah saw. berpaling kepadanya, lalu tertawa dan memberikan suatu pemberian kepadanya. (Shahih Muslim No.1749)
  • Hadis riwayat Miswar bin Makhramah ra., ia berkata:
Rasulullah saw. membagi-bagikan pakaian luar, tetapi tidak memberikan sesuatu pun kepada Makhramah. Lalu Makhramah berkata kepadaku (Miswar): Wahai anakku, marilah berangkat bersamaku menemui Rasulullah saw. Aku berangkat bersamanya. Ia berkata: Masuklah dan panggilkan beliau untukku. Aku memanggilkannya, lalu beliau keluar dengan membawa selembar pakaian luar dan bersabda: Aku menyimpan ini untukmu. Aku memandang beliau, lalu beliau bersabda: Mudah-mudahan Makhramah senang. (Shahih Muslim No.1750)
39. Memberi orang yang baru memeluk Islam dan menyabarkan orang yang kuat imannya
  • Hadis riwayat Anas bin Malik ra.:
Bahwa pada waktu perang Hunain, ketika Allah menganugerahkan fa'i jarahan kepada Rasulullah saw., berupa harta-harta kabilah Hawazin, ketika Rasulullah saw. mulai membagikan para pemuka Quraisy seratus ekor unta, orang-orang Ansar berkata: Semoga Allah mengampuni Rasulullah saw., beliau memberikan para pemuka Quraisy dan meninggalkan kami (tidak memberi kami), sedangkan pedang-pedang kami masih meneteskan darah mereka. Anas bin Malik berkata: Rasulullah saw. diceritakan tentang ucapan mereka. Lalu beliau memanggil orang-orang Ansar. Beliau mengumpulkan mereka dalam sebuah kemah dari kulit yang disamak. Setelah semua berkumpul, Rasulullah saw. datang dan bertanya: Pembicaraan apa yang sampai kepadaku dari kalian? Orang Ansar yang paham menjawab: Orang-orang yang paham di antara kami wahai Rasulullah, tidak mengatakan apa-apa. Sedangkan orang-orang yang masih muda di antara kami mengatakan: Semoga Allah mengampuni Rasul-Nya, beliau memberi orang Quraisy dan meninggalkan kami, sedangkan pedang-pedang kami masih meneteskan darah mereka. Rasulullah saw. bersabda: Sungguh, aku memberikan (harta rampasan) kepada orang-orang yang baru saja meninggalkan kekafiran adalah untuk mengokohkan hati mereka. Tidakkah kalian rela jika mereka pergi mendapatkan harta, sedangkan kalian kembali ke rumah kalian bersama Rasul (utusan Allah)? Demi Allah, apa yang kalian bawa pulang itu lebih baik dari apa yang mereka bawa. Mereka berkata: Ya, wahai Rasulullah, kami rela. Beliau bersabda: Sungguh, kalian akan mendapati pilihan berat, maka bersabarlah kalian hingga kalian bertemu Allah dan Rasul-Nya (sampai mati) dan berada di telaga. Mereka berkata: Kami akan bersabar (tetap bersama baginda). (Shahih Muslim No.1753)
  • Hadis riwayat Abdullah bin Zaid ra.:
Bahwa Rasulullah saw. membagi-bagikan harta rampasan perang ketika memenangkan perang Hunain. Beliau memberi orang-orang yang hendak dibujuk hatinya (orang yang baru masuk Islam). Lalu sampai berita kepadanya bahwa orang-orang Ansar ingin mendapatkan seperti apa yang diperoleh oleh mereka. Maka Rasulullah saw. berdiri menyampaikan pidato kepada mereka. Setelah memuji dan menyanjung Allah, beliau bersabda: Hai orang-orang Ansar, bukankah aku temukan kalian dalam keadaan sesat, lalu Allah menunjuki kalian dengan sebab kau? Bukankah aku temukan kalian dalam keadaan miskin, lalu Allah membuat kalian kaya dengan sebab aku? Bukankah aku temukan kalian dalam keadaan terpecah-belah, lalu Allah mempersatukan kalian dengan sebab aku? orang-orang Ansar menjawab: Allah dan Rasul-Nya lebih berhak mengungkit-ungkit. Kemudian beliau bersabda: Mengapa kalian tidak menjawabku? Mereka berkata: Allah dan Rasul-Nya lebih berhak mengungkit-ungkit. Beliau bersabda: Kalian boleh saja berkata begini dan begini pada masalah begini dan begini. (Beliau menyebutkan beberapa hal. Amru, perawi hadis mengira ia tidak dapat menghafalnya). Selanjutnya beliau bersabda: Tidakkah kalian rela jika orang lain pergi dengan membawa kambing-kambing dan unta dan kalian pergi bersama Rasulullah ke tempat kalian? Orang-orang Ansar itu bagaikan pakaian dalam dan orang lain seperti pakaian luar (maksudnya orang Ansarlah yang paling dekat di hati Nabi saw.) Seandainya tidak ada hijrah, tentu aku adalah salah seorang di antara golongan Ansar. Seandainya orang-orang melalui lembah dan lereng, tentu aku melalui lembah dan celah orang-orang Ansar. Kalian pasti akan menemukan keadaan yang tidak disukai sepeninggalku. Karena itu, bersabarlah kalian hingga kalian bertemu denganku di atas telaga (pada hari kiamat). (Shahih Muslim No.1758)
  • Hadis riwayat Abdullah bin Masud ra., ia berkata:
Ketika hari perang Hunain, Rasulullah saw. mengutamakan beberapa orang dalam pembagian. Beliau memberi Aqra` bin Habis seratus ekor unta, memberikan kepada Uyainah dan beberapa para memuka Arab. Ketika itu beliau saw. mengutamakan mereka dalam pembagian. Lalu seseorang berkata: Demi Allah, sungguh ini adalah pembagian yang sama sekali tidak adil dan tidak dikehendaki Allah. Aku (Abdullah) berkata: Demi Allah, aku pasti akan menyampaikannya kepada Rasulullah saw. Aku datang kepada Rasulullah saw. dan memberitahu beliau tentang ucapan orang tersebut. Mendengar itu, wajah beliau berubah kemerah-merahan, kemudian bersabda: Siapa lagi yang dapat berbuat adil, jika Allah dan Rasul-Nya tidak berbuat adil? Kemudian beliau melanjutkan: Semoga Allah memberikan rahmat kepada Nabi Musa. Dia telah disakiti hatinya (oleh kaumnya) lebih banyak dari ini, tetapi ia tetap sabar. Aku berkata: Sesudah ini aku tidak melaporkan pembicaraan apapun kepada beliau. (Shahih Muslim No.1759)
40. Menyebutkan golongan Khawarij dan sifat mereka
  • Hadis riwayat Jabir bin Abdullah ra., ia berkata:
Seseorang datang kepada Rasulullah saw. di Ji`ranah sepulang dari perang Hunain. Pada pakaian Bilal terdapat perak. Dan Rasulullah saw. mengambilnya untuk diberikan kepada manusia. Orang yang datang itu berkata: Hai Muhammad, berlaku adillah! Beliau bersabda: Celaka engkau! Siapa lagi yang bertindak adil, bila aku tidak adil? Engkau pasti akan rugi, jika aku tidak adil. Umar bin Khathab ra. berkata: Biarkan aku membunuh orang munafik ini, wahai Rasulullah. Beliau bersabda: Aku berlindung kepada Allah dari pembicaraan orang bahwa aku membunuh sahabatku sendiri. Sesungguhnya orang ini dan teman-temannya memang membaca Alquran, tetapi tidak melampaui tenggorokan mereka. Mereka keluar dari Islam secepat anak panah melesat dari busurnya. (Shahih Muslim No.1761)
  • Hadis riwayat Abu Said Al-Khudri ra., ia berkata:
Ali ra. yang sedang berada di Yaman, mengirimkan emas yang masih dalam bijinya kepada Rasulullah saw., kemudian Rasulullah saw. membagikannya kepada beberapa orang, Aqra` bin Habis Al-Hanzhali, Uyainah bin Badr Al-Fazari, Alqamah bin Ulatsah Al-Amiri, seorang dari Bani Kilab, Zaidul Khair At-Thaiy, seorang dari Bani Nabhan. Orang-orang Quraisy marah dan berkata: Apakah baginda memberi para pemimpin Najed, dan tidak memberikan kepada kami? Rasulullah saw. bersabda: Aku melakukan itu adalah untuk mengikat hati mereka. Kemudian datang seorang lelaki yang berjenggot lebat, kedua tulang pipinya menonjol, kedua matanya cekung, jidatnya jenong dan kepalanya botak. Ia berkata: Takutlah kepada Allah, ya Muhammad! Rasulullah saw. bersabda: Siapa lagi yang taat kepada Allah jika aku mendurhakai-Nya? Apakah Dia mempercayai aku atas penduduk bumi, sedangkan kamu tidak mempercayai aku? Lalu laki-laki itu pergi. Seseorang di antara para sahabat minta izin untuk membunuh laki-laki itu (diriwayatkan bahwa orang yang ingin membunuh itu adalah Khalid bin Walid), tetapi Rasulullah saw. bersabda: Sesungguhnya diantara bangsaku ada orang-orang yang membaca Alquran tapi tidak melampaui tenggorokan mereka. Mereka membunuh orang Islam dan membiarkan penyembah berhala. Mereka keluar dari Islam secepat anak panah melesat dari busurnya. Sungguh, jika aku mendapati mereka, pasti aku akan bunuh mereka seperti terbunuhnya kaum Aad. (Shahih Muslim No.1762)
41. Anjuran untuk membunuh orang-orang Khawarij
  • Hadis riwayat Ali ra., ia berkata:
Aku mendengar Rasulullah saw. bersabda: Di akhir zaman akan muncul kaum yang muda usia dan lemah akal. Mereka berbicara dengan pembicaraan yang seolah-olah berasal dari manusia yang terbaik. Mereka membaca Alquran, tetapi tidak melampaui tenggorokan mereka. Mereka keluar dari agama, secepat anak panah meluncur dari busur. Apabila kalian bertemu dengan mereka, maka bunuhlah mereka, karena membunuh mereka berpahala di sisi Allah pada hari kiamat. (Shahih Muslim No.1771)
42. Golongan Khawarij adalah seburuk-buruk manusia
  • Hadis riwayat Sahal bin Hunaif ra.:
Dari Yusair bin Amru, ia berkata: Saya berkata kepada Sahal: Apakah engkau pernah mendengar Nabi saw. menyebut-nyebut Khawarij? Sahal menjawab: Aku mendengarnya, ia menunjuk dengan tangannya ke arah Timur, mereka adalah kaum yang membaca Alquran dengan lisan mereka, tetapi tidak melampaui tenggorokan mereka. Mereka keluar dari agama secepat anak panah melesat dari busurnya. (Shahih Muslim No.1776)
43. Larangan berzakat kepada Rasulullah saw., keluarganya, Bani Hasyim dan Bani Muthalib
  • Hadis riwayat Abu Hurairah ra., ia berkata:
Suatu ketika Hasan bin Ali mengambil sebuah kurma dari kurma sedekah (zakat) dan hendak memasukkannya ke dalam mulutnya, kemudian Rasulullah saw. bersabda: Hai, hai, buang itu! Tidakkah engkau tahu bahwa kita tidak boleh makan sedekah (zakat)?. (Shahih Muslim No.1778)
  • Hadis riwayat Abu Hurairah ra.:
Dari Rasulullah saw. bahwa beliau bersabda: Aku kembali kepada keluargaku, lalu aku menemukan sebuah kurma yang jatuh di atas pembaringanku. Kemudian aku mengambilnya untuk aku makan, tetapi aku khawatir kurma itu kurma sedekah, maka aku membuangnya. (Shahih Muslim No.1779)
  • Hadis riwayat Anas bin Malik ra.:
Bahwa Nabi saw. menemukan sebuah kurma, lalu beliau bersabda: Seandainya kurma itu bukan kurma sedekah, maka aku akan memakannya. (Shahih Muslim No.1781)
44. Nabi saw., Bani Hasyim dan Bani Muthalib diperbolehkan menerima hadiah, meskipun pemberi hadiah mendapatkannya dari sedekah serta menerangkan bahwa apabila sedekah telah diterima oleh orang yang diberi sedekah, maka hilanglah sifat sedekah dan menjadi halal bagi setiap orang yang semula haram menerimanya
  • Hadis riwayat Anas ra., ia berkata:
Barirah menghadiahkan daging kepada Nabi saw. Daging tersebut adalah sedekah untuknya (Barirah). Rasulullah saw. bersabda: Daging itu baginya adalah sedekah, sedangkan bagi kami adalah hadiah. (Shahih Muslim No.1786)
  • Hadis riwayat Aisyah ra.:
Bahwa Nabi saw. diberi daging sapi dan dikatakan: Ini adalah daging yang disedekahkan kepada Barirah. Beliau bersabda: Baginya adalah sedekah dan bagi kami adalah hadiah. (Shahih Muslim No.1787)
  • Hadis riwayat Ummu Athiyyah ra., ia berkata:
Rasulullah saw. mengirimkan kambing sedekah (zakat). Lalu aku mengirimkan sebagiannya kepada Aisyah ra. Ketika Rasulullah saw. datang kepada Aisyah ra. beliau bertanya: Apakah kalian mempunyai sesuatu? Aisyah ra. menjawab: Tidak, kecuali bahwa Nusaibah (Ummu Athiyyah) mengirimkan kepada kita sebagian kambing yang baginda kirimkan kepadanya. Rasulullah saw. bersabda: Kambing itu telah mencapai kehalalannya (hilang hukum sedekah sehingga menjadi halal bagi kita). (Shahih Muslim No.1789)
45. Nabi saw. menerima hadiah dan menolak sedekah (zakat)
  • Hadis riwayat Abu Hurairah ra.:
Bahwa Nabi saw. biasanya bila dibawakan makanan, beliau selalu menanyakannya terlebih dahulu. Jika dikatakan bahwa makanan itu adalah hadiah, maka beliau memakannya. Dan kalau dikatakan bahwa itu adalah sedekah, maka beliau tidak mau memakannya. (Shahih Muslim No.1790)
46. Doa untuk orang yang datang membawa sedekah
  • Hadis riwayat Abdullah bin Abu Aufa ra., ia berkata:
    Rasulullah saw. bila didatangi oleh orang-orang yang membawa sedekah mereka, beliau berdoa: "Ya Allah, rahmatilah mereka". Ketika ayahku, Abu Aufa datang membawa sedekahnya, beliau berdoa: Ya Allah, rahmatilah keluarga Abu Aufa. (Shahih Muslim No.1791)