Selasa, 24 Juli 2012

KEMISKINAN: ORANG-ORANG MISKIN DALAM BUDAYA MASA LAMPAU

Kemiskinan dan orang-orang miskin sudah dikenal oleh manusia dan jauh sejarah, semenjak zaman-zaman lamapu. Oleh karena itu beralasan sekali bila kita mengataka bahwa kebudayaan umat manusia dalam satu kurunnya tidak pernah sepi dari orang-orang yang berusaha membawa kebudayaan itu memperhatikan nilai manusiawi dasar, yaitu perasaan merasa tersentuh melihat penderitaan orang-orang lain dan berusaha melepasakan mereka dari kemiskinan dan kepapanan atau paling kurang meringankan nasib yang mereka derita tersebut.
Namun situasi yang dihadapi oleh orang-orang miskin pada kenyataannya tidak memungkinkan maksud itu tercapai., hal itu sudah merupakan noda hidup hitam yang mengotori muka umat manusia, di mana masyarakat tidak tersentuh lagi oleh nasihat para budiman dan peringatan para cerdik pandai.
Seorang ilmuan besar Prof. Mohd. Faris Wajdi membeberkan kepada kita tentang sejarah hitam hubungan antara orang-orang kaya dengan orang-orang miskin yang telah berlangsung semnjak kebudayaab-kebudayaan pertama manusia. Kata-katanya, “ Pada bangsa apa pun peneliti mengarahkan perhatinya, selalu hanya akan menemukan dua golongan manusia yang tidak ada ketiganya, yaitu golongan yang berkecukupan dan goloangan yang melarat. Dibalik itu selalu didapatkan suatu keadaan yang sangat menarik , yaitu golongan yang berkucupan selalu semakin makmur tanpa bats, sedangkan golongan yang melarat selalu semakin kurus sehingga hampir-hampir tercampak di atas tanah, terhempas tak berdaya. Terancamlah bangunan masyarakat oleh karena fondamennya goyah, sedangkan orang-orang yang hidup bermewah-mewah itu sudah tidak sadar mulai dari mana atap diatasnya runtuh.”
Mesir pada zaman kunonya merupakan surge diatas bumi ini. Apa saja tumbuh, yang dapat memberi makan berlipat-lipat ganda penduduknya. Tetapi golongan miskin di sana tidak mempunyai apa yang bisa mereka makan. Oleh karena golongan kaya tidak meninggalkan sisa selain ampas-ampas yang tidak berguna dan tidak mengobati lapar. Kemudian ketika kelaparan melanda pada Dinasti XII, orang-orang miskin menjual diri mereka kepda orang-orang kaya yang kemudian dijepit dan ditekan habis-habisan.
Dalam kerajaan Babilonia, keadaan persis sama dengan di Mesir. Orang-orang miski tidak pernah dapat menkmati hasil-hasil negeri mereka, sedangankan kesuburan negeri mereka itu tidak ada bedanya dengan Mesir: semua mengalir ke Persia. Lalu pada zaman Yunani keadaan tidak berbeda, bahkan ada raja-raja yang melakukan tindakan-tindakan yang membuat bulu kuduk merinding: orang-orang miskin itu digiring dengan cambuk ke tempat-tempat yang paling tertkutuk, dan bila salah sedikit saja disembelih ssperti domba.
Di Yunani, orang-orang kaya hanya meninggalkan tanah-tanah yang tidak bisa ditanami buat orang-orang yang melarat. Yang oleh karena itu orang-orang tersebut mengalami berbagai macam kepapanan.
Di Athena orang-orang kaya sampai menilai orang-orang miskin bisa dijual sebagai budak bila mereka tidak memenuhi kewajiban mereka mempersembahakan hadiah-hadiah.
Sedangakan di Roma, negeri gudang hokum dan ahli-ahlinya, orang-orang berpunya berkuasa penuh atas rakyat biasa. Mereka melakukan diskriminasi yang membuat rakyat biasa itu dalam pandangan mereka tidak berbeda dari anak-anak buangan dalam pandangan orang-orang di India: tidak akan diberi seteguk air sebelum menguras tenaga. Akhirnya orang-orang itu melarikan diri dari kota-kota dan menguncilkan diri dari pergaulan dengan memendam perasaan geram.
Ilmuan besar Mislih di kerajaan Romawi berkata, “Orang-orang miskin semakin hari semakin miskin, sedangkan orang-orang kaya semakin kaya. Mereka berteriak-teriak” Binasalah dan matikan orang-orang banyak itu kelaparan, bila mereka tidak sanggup pergi ke medan perang!”
Dan setelah kekaisaran Romawi hancur digantikan oleh kerajaan-kerjaan Eropa, nasib-nasib orang miskin semakin jelek. Mereka dimana pun dijual besama tanah milik mereka seperti binatang.”
Demikianlah kondisi dan posisi orang-orang miskin dan orang-orang kaya pada abad-abad yang lalu. Lalu apakah yang telah diperbuat agama-agama untuk memperbaiki kondisi itu mempersempit jurang pemisah antara mereka dengan orang-orng kaya tersebut?

Sumber: hukum zakat karya Dr Yusuf Qardawi

RENTENIR PASAR


“Tempat yang paling dicintai oleh Allah di negeri-negeri adalah Masjid-masjid, dan tempat yang paling dibenci oleh Allah di negeri-negeri adalah pasar-pasarnya.” (HR. Muslim, Shahih no.665; Ibnu Hibban, Shahih no.1600 (4/477))




Bila kita amati dari hadits diatas dalam praktek di pasar. Praktek riba adalah satu perilaku dosa besar yang berada di pasar. Rentenir adalah salah satu penggerak praktek ribawi dipasar. Ketergantungan pedagang akan kebutuhan uang untuk modal atau konsumsi menjadi bisnis yang menguntungkan bagi rentenir.
Alasan pedagang bergantung pada rentenir dikarenakan, pedagang sangat dimanjakan dengan sistem rentenir. Alasan tersebut ialah:
  1. Proses peminjaman tidak membutuhkan waktu yang lama.
  2. Syarat untuk mengajukan pinjaman tidak begitu sulit, berbeda dengan bank syaratnya harus mempunyai SIUP, Jaminan, dll
  3. Untuk membayar cicilan rentenir mendatangi pedangang, artinya pedagang tidak harus membuang waktunya untuk membayar cicilan dengan mendatangi rentenir.

Dengan alasan tersebut pedagang lebih memilih rentenir sebagai tempat untuk meminjam dibandingkan dengan Bank, Koperasi, BMT, dll. Walaupun sistem yang dilakukan rentenir sangat memudahkan pedagang, pedagang juga merasa terbebani dengan adanya rentenir. Beban yang harus ditanggung oleh pedagang terhadap rentenir ialah:
  1.  Bunga yang terlalu besar dibandingkan dengan meminjam Bank, Koperasi, BMT, dll
  2. Nominal yang dipanjamkan relatif kecil yaitu maksimal pinjaman berkisar Rp. 500.000 - Rp.1.000.000,-
  3. Sanksi sosial pedagang bila tidak sanggup membayar.

Alasan rentenir memilih pedagang sebagai sasaran empuk untuk bisnisnya ialah, 
  1. Kecil kemungkinan kredit macet karena bila pedagang tidak sanggup membayar sanksi sosial akan diterima pedagang. Misalnya, bila rentenir menagih cicilan didepan pelanggan maka pedagang akan segera membayar karena malu bila tidak membayar cicilan.
  2. Dengan nominal pinjaman yang kecil pedagang lebih memilih membayar hutang dari  pada menutup usahanya, artinya pedagang gak akan kabur dari hutang karena lebih mempertimbangkan usahanya daripada hutangnya
  3. Perputaran uang akan lebih banyak karena uang yang dipinjamkan kecil dengan jangka waktu yang relatif singkat.

Kamis, 19 Juli 2012

Solusi Mengentaskan Kemiskinan


Islam menyatakan perang dengan kemiskinan, dari berusaha keras membendungnya, serta mengawasi berbagai kemungkinan yang dapat menimbulkannya, guna menyelamatkan aqidah, akhlak dan perbuatan memelihara kehidupan rumah tangga, dan melindungi kesetabilan serta ketentraman masyarakat. Di samping itu untuk mewujudkan jiwa persaudaraan antara sesama anggota masyarakat.
Demikian juga dengan apa yang dikemukakan oleh Yusuf al-Qardhawi,
bahwa kemiskinan ini bisa terentaskan kalau setiap individu mencapai taraf hidup yang layak didalam masyarakat. Dan untuk mencapai taraf hidup yang diidealkan itu islam memberikan kontribusi berbagai cara dengan jalan sebagai berikut:[1]
1. Bekerja
Setiap orang yang hidup dalam masyarakat Islam, diharuskan bekerja dan diperhatikan berkelana dipermukaan bumi ini. Serta diperintahkan makan dari rizki Allah.
Sebagaimana disebutkan dalam QS. Al-Mulk : 15 :
Artinya : "Dialah yang menjadikan bumi itu rumah bagimu, maka berjalanlah disegala penjurunya dan makanlah sebagian rizki-Nya".

Bekerja merupakan suatu yang utama untuk memerangi kemiskinan, modal pokok untuk menvapai kekayaan, dan faktor dominan dalam menciptakan kemakmuran dunia. Dalam tugas ini, Allah telah memilih manusia unbtuk mengelola bumi, sebagaimana yang telah dinyatakan oleh Allah, bahwa hal itu pernah diajarkan oleh Nabi Saleh a.s kepada kaumnya, QS. Hud: 61:
Artinya : "Wahai Kaumku ! sembahlah Allah, sekali-kali tidak ada bagimu tuhan, melainkan dia. Dia telah menciptakan kamu dari tanah (liat) dan menjadikan kamu sebagai pemakmurmu".

2. Mencukupi keluarga yang lemah
Sudah menjadi dasar pokok dalam syari'at Islam, bahwa setiap individu harus harus memerangi kemiskinan dengan mempergunakan senjatanya, yaitu dengan bekerja dan berusaha. Di balik itu, apa dosa orang-orang lemah yang tidak mampu bekerja? Apa dosa para janda yang ditinggal para suaminya dalam keadaan tidak berharta? Apa dosa anak-anak yang masih kecil dan orang tuanya yang sudah lanjut usia? Apa dosa orang cacat selamanya, sakit dan lumpuh? sehingga mereka semua kehilangan pekerjaannya? Apakah mereka dibiarkan begitu saja karena bencana tengah melanda dan menimpa mereka, sehingga mereka terlantar dalam kehidupan yang tidak menentu?

Melihat realitas di atas Islam tidak menutup mata, namun Islam justru mengentaskan mereka dari lembah kemiskinan dan kemelaratan, serta menghindari mereka dari perbuatan rendah dan hina, seperti mengemis dfan meminta-minta. Pertama-tama konsep yang yang dikemukakan untuk menanggulangi hal itu adalah adanya jaminan antara anggota suatu rumpun keluarga, Islam telah menjadikan antara anggota keluarga saling menjamin dan mencukupi. Sebagian meringankan penderitaan anggota yang lain. Yang kuat membantu yang lemah, yang kaya menvukupi yang miskin, yang mampu memperkuat yang tidak mampu, karena itu hubungan yang mengikat mereka. Faktor kasih sayang, cinta mencintai, dan saling membantu adalah ikatan serumpun kerabat. Demikinlah sebenarnya hakekat hubungan alami. Hal ini telah didukung oleh kebenaran syari'at Islam, sebagaimana yang disebutkan dalm QS. Al- Anfal: 75:
Artinya: "Dan anggota keluarga, sebagiannya lebih berhak terhadap anggota keluarga yang lain, menurut kitab Allah".

3. Zakat
Islam mewajibkan setiap orang sehat dan kuat, untuk bekerja dan berusaha mencapai rizki Allah, guna menccukupi dirinya dan keluarganya, sehingga sanggup mendermakan hartanya di jalan Allah. Bagi orang yang tidak mampu berusaha dan tidak sanggup bekerja, serta tidak mempunyai harta warisan atau simpanan guna mencukupi kebutuhan hidupnya, ia berhak mendapatkan jaminan dari keluarganya yang mampu. Keluarga yang mampu tadi berkewajiban memberikan bantuan serta bertanggung jawab terhadap nasib keluarga yang miskin.

Namun demikian, tidak semua fakir miskin mempunyai keluarga yang mampu dan sanggup memberi bantuan. Apakah kiranya yang akan dibuat oleh fakir miskin yang malang itu? Apakah mereka dibiarkan begitu saja, hidup dibawah tekanan kemelaratan dan ancaman kelaparan, sedangkan masyarakat disekitarnya yang didalamnya terdapat orang-orang kaya, hanya menyaksikan penderitaan mereka?.

Islam tidak akan membiarkan begitu saja nasib fakir miskin yang terlantar. Sesungguhnya allah SWT telah menetapkan bagi mereka suatu hak tertentu di dalam harta orang-orang kaya, dan suatu bagian yang tetap dan pasti, yaitu zakat. Sasaran utama bagi zakat itu adalah untuk mencukupi kebutuhan orang-orang miskin.

Di samping zakat juga masih ada hak-hak material lain, yang wajib di penuhi oleh orang Islam, karena berbagai sebab dan hubungan. Kesemuanya itu merupakan sumber dana bantuan bagi orang-orang fakir dan miskin merupakan kekuatan untuk mengusir kemiskinan dari tubuh masyarakat Islam. Hak- hak tersebut diantaranya adalah :
  • Hak bertetangga
  • Korban Hari Raya Haji
  • Melanggar Sumpah
  • Kafarah sumpah
  • Kafarah Dihar
  • Kafarah
  • Fidyah bagi yang lanjut usia
  • Al- Hadyu (pelanggaran dalam ibadah haji)
  • Hak tanaman pada saat mengentan
  • Hak mencukupi fakir miskin.

4. Al-Khizanah al-Islamiyah (sumber Material dalam Islam atau Baitul Mal)
Apabila dalam distribisi kekayaan yang diambil dari zakat untuk para fakir miskin tidak mencukupi, maka dapat diambil dari persediaan dari sumber material yang lain. Sumber material yang dimaksud adalah Khizanah al- Islamiyah.

Sumber-sumber material dalam Islam disini meliputi hak milik negara dan kekayaan-kekayaan umum, yang dikelola dan diurus oleh pemerintah, baik yang digarap langsaung maupun yang dikerjakan bersama, seperti harta wakaf, sumbner kekayaan alam, dan barang tambang yang ditetapkan dalam Islam.

Sebagian besar ahli fiqih Islam sangat berhati-hati dalam menyelamatkan hak fakir miskin dalam hubungannya dengan harta zakat. Karena itu, mereka tidak membolehkan harta zakat itu seluruhnya atau sebagian dipergunakan untuk kepentingan umum. Misalnya, untuk pembiayaan angkatan perang atau keperluan-keperluan lainnya yang serupa, meski pada saat itu kas anggaran belanja induk mengalami minus. Sedangkan kas anggaran belanja zakat dalam keadaan surplus. Kecuali dengan jalan pinjaman atas nama kas anggaran belanja induk, yang nantinya setelah kas anggaran belanja iru surplus kembali, pinjaman itu harus dikembalikan kepada kas anggaran belanja zakat.

Kekayaan itu harus dipegang dan dikuasai oleh pemerintah agar seluruh rakyat bisa menikmati manfaatnya. Segala sesuatu yang merupakan pemasukan Khizanah al-Islamiyah merupakan sumber bantuan bagi orang-orang miskin, manakala pemasukan dan zakat tidak mencukupi para fakir miskin. Khizanah al-islamiyah ini sangat penting keberadaannya karena, ketika di antara kaum muslimin orang-orang fakir dan miskin membutuhkan bantuan, sedangkan kas sedekah (zakat) mengalami kekosongan. Dalam hal ini seorang imam (kepala negara) boleh mengambil uang khas harta pajak untuk memenuhi kebutuhan mereka tersebut. Pinjaman itu tidak perlu dinyatakan sebagai pinjaman yang harus dibayar oleh khas sedekah.

Dari baitul mal ini sesungguhnya merupakan persediaan paling terakhir setiap orang fakir dan orang-orang yang berkekurangan. Karena itu baitul mal milik semua orang, bukan milik seorang amir (pimpinan/kepala negara) atau kelompok orang-orang tertentu.

5. Shodaqoh
Islam juga berusaha membentuk pribadi yang luhur, dermawan, dan murah hati. Pribadi yang luhur adalah insan yang suka memberikan lebih dari apa yang diminta, suka mendermakan lebih dari apa yang diwajibkan. Ia suka memberikan sesuatu, kendati tidak diminta dan tidak dituntu terlebih dahulu. Ia suka berderma (memberi infaq) dikala siang maupun malam.

Sebab itulah, telah turun sejumlah al-qur'an yang agung dan hadits Rasulullah yang mulia sebagai pembawa berita gembira dan penyampaian ancaman siksa, pembangkit dan penggerak gairah kerja, pendorong kearah ikhlas, berjuang, dan berderma serta pencegah sikap-sikap kikir dan bakhil. Sebagaimana Allah berfirman dalam QS. Al-baqarah (2): 245:
Artinya: "Siapa saja yang mau meminjamkan kepada Allah dengan satu pinjaman yang baik, ia akan mengadakan (pembayaran) itu dengan berlipat ganda. Sebab, Allahlah yang menyempitkan dan meluakan rizki, dan kepadanyalah kalian dikendalikan".
Allah berfirman dalam QS. Al-Insan: 8- 10, yang artinya;
"Dan mereka memberi makanan yang diseganinya, kepada orang-orang miskin, dan anak-anak yatim, dan orang tawanan. Sesungguhnya kami tidak memberi makanan kepada kamu melainkan karena Allah, kami tidak mengharap dari kamu balasan dan ucapan terimakasih. Sesungguhnya kami takit akan adzab Tuhan kami pada suatu hari yang (di hari itu) orang-orang yang bermuka masam penuh kesulitan".


[1] Yusuf al-Qardhawy, Konsep Islam dalam Mengentaskan kemiskinan, (Surabaya : Bina Islam, 1996) hal. 12-17

Gotong Royong dalam Membangun Ekonomi dalam Tatanan Masyarakat Bawah



Setelah Islam datang, ikatan akidah merubah sistem ini menjadi sistem persaudaraan, gotong royong dan saling membantu. Islam sangat menekankan sisi persaudaraan sesama Muslim dalam memperkuat keutuhan masyarakatnya, terutama dalam bidang ekonomi. Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam selalu menekankan pentingnya arti persaudaraan dalam Islam dan semangat untuk ta’âwun (tolong menolong). Sebagai contoh, persaudaraan yang diikat antara kaum Muhajirin dan kaum Anshar. Ketika kaum Muhajirin berhijrah dari Mekah ke Madinah, mereka menghadapi problematika sosial dan ekonomi, berkaitan dengan kelangsungan hidup, mata pencaharian dan tempat tinggal.
Kaum Muhajirin tidak memiliki modal, sebab seluruh harta mereka sudah ditinggalkan. Mereka juga tidak memiliki lahan pertanian di Madinah. Bahkan mereka juga tidak berpengalaman di bidang pertanian Maka, ketika kaum Anshar menawarkan agar Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam membagi kebun kurma mereka untuk kaum Muhajirin, beliau menolaknya. Karena beliau takut hasil pertanian Madinah menurun karenanya. Akhirnya kaum Anshar tetap memiliki kebun mereka, namun hasilnya dinikmati bersama.
Kaum Anshar pun rela menghibahkan rumah-rumah mereka kepada Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam, namun beliau menolaknya. Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam membangun rumah-rumah untuk kaum Muhajirin di areal tanah yang dihibahkan oleh kaum Anshar dan di areal tanah yang tak bertuan.
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam mengembangkan dua sektor yang sangat penting untuk mendongkrak perekonomian Madinah, yaitu sektor perdagangan dan sektor agrarian (pertanian dan perkebunan). Seperti yang digambarkan oleh Abu Hurairah Radhiyallahu ‘anhu :

إِنَّ إخْوَانَنَا مِنَ الْمُهَا جِرِيْنَ كَانَ يَشْغَلُهُمُ الصَّفْقُ بِالأَسْوَاقِ، وِإِنَّ إِخْوَانَنَا مِنَ الأَنْصَارِ كَانَ يَشْغَلُهُمُ الْعَمَلُ فِى أَمْوَالِهِمْ
Sesungguhnya rekan-rekan kita dari kalangan Muhajirin sibuk mengurusi perdagangan mereka di pasar dan rekan-rekan kita dari kalangan Anshar sibuk mengelola harta mereka. Yakni sibuk bercocok tanam.
Kaum hartawan dan kaum dhu’afâ‘ sama-sama berjuang dalam satu barisan. Sebab akidah Islam menentang keras adanya pertikaian antar golongan sosial dalam masyarakat. Islam mempersaudarakan antara kaum hartawan dan fakir miskin, merapatkan barisan untuk menyambut panggilan jihad. Inilah bentuk masyarakat Muslim di Madinah yang dibina langsung oleh Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam.
Allah Subhanahu wa Ta’ala memerintahkan kita untuk saling berta’awun (bekerja sama) di dalam kebajikan dan ketakwaan, dan melarang dari saling berta’awun di dalam perbuatan dosa dan permusuhan. Allah Jalla wa ‘Ala berfirman.
“Artinya : Dan tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan takwa, dan jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran. Dan bertakwalah kamu kepada Allah, sesungguhnya Allah amat berat siksa-Nya.” [Al-Ma’idah : 2]
Gotong royong (kerja Sama) bukan “barang baru” bagi masyarakat Indonesia. Setiap sukubangsa mengenalnya dengan istilah yang berbeda. Orang Batak menyebutnya “Dalihan Na Tolu”; Orang Makassar menyebutnya “Mapalus”; Orang Lampung menyebutnya “Nemui Nyimah”; Orang Trunyan (Bali) menyebutnya “Sekaha”; Orang Kepulauan Kei (Maluku Tenggara) menyebutnya “Masohi”; Orang Jawa menyebutnya “Sambatan”; dan masih banyak sebutan lain yang ditujukan kepada gotong-royong, mengingat jumlah sukubangsa yang ada di Indonesia, baik yang sudah maju maupun yang masih diupayakan untuk berkembang (masyarakat terasing), lebih dari 500 sukubangsa (Melalatoa, 1985).
Gotong royong dalam pembangunan ekonomi Masyarakat yang dapat dilaksanakan dalam masyarakat:
1.      Membangun perekonomian bersama
Untuk membangun perekonomian agar tidak adanya fakir miskin maka diperlukan gotong royong. Gotong royong ini dilakukan dengan cara penyaluran modal usaha (berupa dana atau tenaga), peningkatan keahlian masyarakat, pemasaran prodak,  dan pembimbingan usaha. Hal ini tidak bisa dilakukan oleh masyarakat yang kaya, namun dibutuhkan orang yang mempunyai keahlian dalam meningkatkan produktivitas masyarakat, dan masyarakat sekitar. Artinya disini tidak hanya dibutuhkan orang yang menyedekahkan harta/modal tetapi dibutuhkan orang yang mampu mengelola mengembangkan harta sedekah/modal.
Contohnya: membentuk koperasi yang mana koperasi tersebut bisa meminjamkan modal tanpa ada tambahan untuk mengembalikan, memberi pelatihan usaha, dan pembimbingan pemasaran prodak. Yang selanjutnya gotong royong untuk menanam dan memanen hasil pertanian.
2.      Membangun sarana-prasana public
Dalam melancarkan perekonomian diperlukan sarana-prasarana public, seperti jalan, jembatan, masjid, pos ronda, dll. Tanpa adanya sarana public perekonomian masyarakat tertunda. Dalam hal ini masyarakat tidak bisa mengabaikan karena bila tidak terjaga atau membangun sarana public maka perekonomian masyarakat akan terhambat. Salah satu contoh membangun jalan atau merawat jalan agar tidak rusak, ronda secara bergiliran.
3.      Meningkatkan pendidikan dengan pola gotong royong
Pendidikan adalah salah satu barometer masyarakat dikatakan maju. Namun masih banyak masyarakat Indonesia yang pendidikanya rendah baik pendidikan agama, akhlak, dan ilmu pengetahuan lainya. Kendala terbesar untuk meningkatkan pendidikan adalah pada sumber daya manusia yang mengajarkan langka atau masalah keuangan baik dari individual masyarakat maupun untuk membangun sarana pendidikan.
Maka dari itu perlu gotong royong dari masyarakat berupa membangun sarana pendidikan, mensejahterakan pengajar, dan mendukung berjalannya pendidikan. Hal ini tidak bisa dilakukan oleh satu atau dua orang saja akan tetapi dilakukan oleh masyarakat. Pendidikan yang bisa dilakukan adalah madrasah/TPA, sekolah dasar, pendirian perpustakaan, dll.
4.      Mengurangi pengangguran/menyediakan lapangan kerja
Dalam mengentaskan pengangguran tidak bisa hanya beberapa individu masyarakat. Diperlukan rasa kekeluargaan dalam mengentaskan pengangguran yaitu dengan memperkerjakan orang dengan memperioritaskan keluarga/masyarakat sekitar, mencarikan lowongan kerja keluarga/masyarakat ligkungan yang pengaguran, penyalur tenaga kerja, dan menciptakan usaha yang bisa mengentaskan pengaguran.
5.      Pengembangan dan pemberdayaan masyarakat
Masyarakat sangat mempunyai potensi untuk kaya, tetapi mayoritas masyarakat kurang memperdulikan penglolaan keuangan dan membaca potensi usaha. Maka dalam hal ini masyarakat perlu pengambangan skill masyarakat dalam meningkatkan produktivitas atau kinerja. Suatu contoh


BUDAYA EKONOMI ISLAM DI INDONESIA



Di Indonesia praktek ekonomi Islam telah dipraktekan oleh masyarakat Indonesia sejak para pedagang-pedagang arab masuk Indonesia. Dalam masyarakat praktek ekonomi Islam dikenal dengan namanya maro, mertelu, sambatan, bagi hasil, dll walaupun ekonomi Islam belum dikenal dimasyarakat.
Walaupun ilmu Ekonomi Islam pada saat ini mulai banyak dikembangkan berbeda pada tatanan masyrakat jaman dulu belum mengenal apa itu ekonomi Islam. Namun pada prkateknya dulu  masyarakat lebih mempraktekkan ekonomi Islam pada tatanan bawah. Namun mulai pudar ketika dikenalkan ekonomi kapitalis. Beberapa praktek ekonomi Islam yang sudah asing untuk kita jumpai:
Bagi hasil
Prosedur perjanjian  Bagi Hasil pada  umumnya dilakukan dengan cara  lisan antara pemilik tanah dengan penggarap.
Istilah-istilah bagi hasil dari masing-masing daerah yaitu:
a. Memperduoi (Minang kabau)
b. Toyo (Minahasa)
c. Tesang (Sulawesi)
d. Maro (1:1), Mertelu (1:2), ( Jawa Tengah).
e. Nengah (1:1), Jejuron (1:2), (Priangan)
f. Gadoh (Istilah bagi hasil peternakan)
Mengapa Islam mengajurkan bagi hasil dan melarang membungakan pinjaman, alasanya adalah:
1.      Keuntungan dalam usaha bersifat tidak pasti terkadang untung atau rugi itulah sebabnya manusia dilarang menentukan besarnya uang tambahan diawal (share).
2.      Menjalin silahturahmi dengan baik antara pemilik modal (shahibul maal) dan peminjam (mudharib).
3.       Manusia dituntut untuk amanah dan jujur bila tidak jujur dan amanah maka sanksi sosial akan diberikan karena dasar bagi hasil adalah kepercayaan.
Faktor-foktor yang mempengaruhi shahibul maal untuk bagi hasil:
1.      Menolong
Ini didasari oleh dua hal yaitu mengentaskan kemiskinan keluarga (famili) dan mengentaskan kemiskinan seseorang yang tidak punya hubungan keluarga, yaitu dengan melimpahkan wewenang pengelolaan modal (shahibul maal) untuk memperbaiki ekonomi (mudharib).
2.      Investasi
shahibul maal melimpahkan modalnya kepada mudharib untuk mengelola untuk menghasilkan keuntungan yang besar.
3.      Tidak memiliki kesempatan untuk mengelolanya
Agar modalnya/aset bisa produktif atau tidak menganggur shahibul maal melimpahkan pengelolaannya kepada mudharib. Alasan ini bisa didasari untuk menekan kerugian bila tidak dikelola.
System yang begitu baik dan sangat sosial tersebut kini mulai luntur, kini hanya jumpai pada petani-petani kecil, pedagang, dan didesa-desa. Dalam masyarakat kota hal seperti ini sulit untuk dijumpai. Lunturnya system seperti ini dikarenakan masuknya nilai-nilai kapitalis dalam masyarakat, menilai waktu adalah uang, rezeki itu berasal dari usaha/seseorang, dan ingin meraup untung sebesar-besarnya tanpa melihat akan merugikan orang lain.
Riba dalam pandangan masyarakat
Pandangan masyarakat dahulu mengenai pinjam meminjam dengan adanya tambahan dari nilai pokok adalah buruk, bahkan seorang yang meminjami dengan tambahan dari nilai pokok disebut sebagai lintah darat. Dengan dikenalkan perbankan sebutan tersebut mulai sirna bahkan menjadi legal dalam penilaian masyarakat. Bukan hanya itu yang dulunya mayoritas masyrakat melakukan pinjam meminjam tanpa ada tambahan sekarang sudah mulai diberlakukan menggunakan system bunga.
Gotong Royong/Sambatan
Di era serba  modernisasi system gotong royong yang dimiliki bangsa Indonesia mulai punah. Hal ini dipengaruhi individulisme dan matrealisme  dari masyarakat. Semangat gotong royong dimasyrakat lebih cendrung gotong royong bersifat membangun perekonomian masyarakat, misalnya, gotong royong menanam padi dan panen padi, membuat rumah, dan membangun sarana prasarana masyarakat.
Nilai-nilai gotong royong sangatlah mulia dikarenakan semua masyrakat bisa merasakan hasilnya baik yang kaya maupun yang miskin, karena didasari oleh kebersamaan dalam tolong menolong. Misalnya, seorang yang miskin ingin menanam padi dia tidak harus mengeluarkan upah tenaga kerja namun cukup dengan memberi makan.
Ronda
Keamanan adalah faktor penting dalam menjaga keadaan ekonomi daerah. Daerah yang mempunyai keamanan yang baik masyarakat yang tinggal akan merasa nyaman untuk menjaga hartanya atau menjalankan ekonominya, begitu sebaliknya. Di Indonesia mempunyai sistem keamanaan ditingkat desa yang digalakkan oleh masyarakat yaitu ronda. Ronda juga menuntut masyarakat untuk saling manjaga. Masyarakat digilir untuk ronda setiap minggunya. Ronda cukup efektiv dalam menjaga keamanan dikarenakan biaya yang dikelurakan sangat kecil dibandingkan mempekerjakan sekuriti.