Islam menyatakan perang dengan kemiskinan, dari berusaha
keras membendungnya, serta mengawasi berbagai kemungkinan yang dapat
menimbulkannya, guna menyelamatkan aqidah, akhlak dan perbuatan memelihara
kehidupan rumah tangga, dan melindungi kesetabilan serta ketentraman
masyarakat. Di samping itu untuk mewujudkan jiwa persaudaraan antara sesama
anggota masyarakat.
Demikian juga dengan apa yang dikemukakan oleh Yusuf
al-Qardhawi,
bahwa kemiskinan ini bisa terentaskan kalau setiap individu
mencapai taraf hidup yang layak didalam masyarakat. Dan untuk mencapai taraf
hidup yang diidealkan itu islam memberikan kontribusi berbagai cara dengan
jalan sebagai berikut:
[1]
1. Bekerja
Setiap orang yang hidup dalam masyarakat Islam, diharuskan
bekerja dan diperhatikan berkelana dipermukaan bumi ini. Serta diperintahkan
makan dari rizki Allah.
Sebagaimana disebutkan dalam QS. Al-Mulk : 15 :
Artinya : "Dialah yang menjadikan bumi itu rumah
bagimu, maka berjalanlah disegala penjurunya dan makanlah sebagian rizki-Nya".
Bekerja merupakan suatu yang utama untuk memerangi
kemiskinan, modal pokok untuk menvapai kekayaan, dan faktor dominan dalam
menciptakan kemakmuran dunia. Dalam tugas ini, Allah telah memilih manusia
unbtuk mengelola bumi, sebagaimana yang telah dinyatakan oleh Allah, bahwa hal
itu pernah diajarkan oleh Nabi Saleh a.s kepada kaumnya, QS. Hud: 61:
Artinya : "Wahai Kaumku ! sembahlah Allah,
sekali-kali tidak ada bagimu tuhan, melainkan dia. Dia telah menciptakan kamu
dari tanah (liat) dan menjadikan kamu sebagai pemakmurmu".
2. Mencukupi keluarga yang lemah
Sudah menjadi dasar pokok dalam syari'at Islam, bahwa setiap
individu harus harus memerangi kemiskinan dengan mempergunakan senjatanya,
yaitu dengan bekerja dan berusaha. Di balik itu, apa dosa orang-orang lemah
yang tidak mampu bekerja? Apa dosa para janda yang ditinggal para suaminya
dalam keadaan tidak berharta? Apa dosa anak-anak yang masih kecil dan orang tuanya
yang sudah lanjut usia? Apa dosa orang cacat selamanya, sakit dan lumpuh?
sehingga mereka semua kehilangan pekerjaannya? Apakah mereka dibiarkan begitu
saja karena bencana tengah melanda dan menimpa mereka, sehingga mereka
terlantar dalam kehidupan yang tidak menentu?
Melihat realitas di atas Islam tidak menutup mata, namun
Islam justru mengentaskan mereka dari lembah kemiskinan dan kemelaratan, serta
menghindari mereka dari perbuatan rendah dan hina, seperti mengemis dfan
meminta-minta. Pertama-tama konsep yang yang dikemukakan untuk menanggulangi
hal itu adalah adanya jaminan antara anggota suatu rumpun keluarga, Islam telah
menjadikan antara anggota keluarga saling menjamin dan mencukupi. Sebagian
meringankan penderitaan anggota yang lain. Yang kuat membantu yang lemah, yang
kaya menvukupi yang miskin, yang mampu memperkuat yang tidak mampu, karena itu
hubungan yang mengikat mereka. Faktor kasih sayang, cinta mencintai, dan saling
membantu adalah ikatan serumpun kerabat. Demikinlah sebenarnya hakekat hubungan
alami. Hal ini telah didukung oleh kebenaran syari'at Islam, sebagaimana yang
disebutkan dalm QS. Al- Anfal: 75:
Artinya: "Dan anggota keluarga, sebagiannya lebih
berhak terhadap anggota keluarga yang lain, menurut kitab Allah".
3. Zakat
Islam mewajibkan setiap orang sehat dan kuat, untuk bekerja
dan berusaha mencapai rizki Allah, guna menccukupi dirinya dan keluarganya,
sehingga sanggup mendermakan hartanya di jalan Allah. Bagi orang yang tidak
mampu berusaha dan tidak sanggup bekerja, serta tidak mempunyai harta warisan
atau simpanan guna mencukupi kebutuhan hidupnya, ia berhak mendapatkan jaminan
dari keluarganya yang mampu. Keluarga yang mampu tadi berkewajiban memberikan
bantuan serta bertanggung jawab terhadap nasib keluarga yang miskin.
Namun demikian, tidak semua fakir miskin mempunyai keluarga
yang mampu dan sanggup memberi bantuan. Apakah kiranya yang akan dibuat oleh
fakir miskin yang malang itu? Apakah mereka dibiarkan begitu saja, hidup
dibawah tekanan kemelaratan dan ancaman kelaparan, sedangkan masyarakat
disekitarnya yang didalamnya terdapat orang-orang kaya, hanya menyaksikan
penderitaan mereka?.
Islam tidak akan membiarkan begitu saja nasib fakir miskin
yang terlantar. Sesungguhnya allah SWT telah menetapkan bagi mereka suatu hak
tertentu di dalam harta orang-orang kaya, dan suatu bagian yang tetap dan
pasti, yaitu zakat. Sasaran utama bagi zakat itu adalah untuk mencukupi
kebutuhan orang-orang miskin.
Di samping zakat juga masih ada hak-hak material lain, yang
wajib di penuhi oleh orang Islam, karena berbagai sebab dan hubungan.
Kesemuanya itu merupakan sumber dana bantuan bagi orang-orang fakir dan miskin
merupakan kekuatan untuk mengusir kemiskinan dari tubuh masyarakat Islam. Hak-
hak tersebut diantaranya adalah :
- Hak
bertetangga
- Korban
Hari Raya Haji
- Melanggar
Sumpah
- Kafarah
sumpah
- Kafarah
Dihar
- Kafarah
- Fidyah
bagi yang lanjut usia
- Al-
Hadyu (pelanggaran dalam ibadah haji)
- Hak
tanaman pada saat mengentan
- Hak
mencukupi fakir miskin.
4. Al-Khizanah al-Islamiyah (sumber Material
dalam Islam atau Baitul Mal)
Apabila dalam distribisi kekayaan yang diambil dari zakat
untuk para fakir miskin tidak mencukupi, maka dapat diambil dari persediaan
dari sumber material yang lain. Sumber material yang dimaksud adalah Khizanah
al- Islamiyah.
Sumber-sumber material dalam Islam disini meliputi hak milik
negara dan kekayaan-kekayaan umum, yang dikelola dan diurus oleh pemerintah,
baik yang digarap langsaung maupun yang dikerjakan bersama, seperti harta
wakaf, sumbner kekayaan alam, dan barang tambang yang ditetapkan dalam Islam.
Sebagian besar ahli fiqih Islam sangat berhati-hati dalam
menyelamatkan hak fakir miskin dalam hubungannya dengan harta zakat. Karena
itu, mereka tidak membolehkan harta zakat itu seluruhnya atau sebagian dipergunakan
untuk kepentingan umum. Misalnya, untuk pembiayaan angkatan perang atau
keperluan-keperluan lainnya yang serupa, meski pada saat itu kas anggaran
belanja induk mengalami minus. Sedangkan kas anggaran belanja zakat dalam
keadaan surplus. Kecuali dengan jalan pinjaman atas nama kas anggaran belanja
induk, yang nantinya setelah kas anggaran belanja iru surplus kembali, pinjaman
itu harus dikembalikan kepada kas anggaran belanja zakat.
Kekayaan itu harus dipegang dan dikuasai oleh pemerintah
agar seluruh rakyat bisa menikmati manfaatnya. Segala sesuatu yang merupakan
pemasukan Khizanah al-Islamiyah merupakan sumber bantuan bagi orang-orang
miskin, manakala pemasukan dan zakat tidak mencukupi para fakir miskin.
Khizanah al-islamiyah ini sangat penting keberadaannya karena, ketika di antara
kaum muslimin orang-orang fakir dan miskin membutuhkan bantuan, sedangkan kas
sedekah (zakat) mengalami kekosongan. Dalam hal ini seorang imam (kepala
negara) boleh mengambil uang khas harta pajak untuk memenuhi kebutuhan mereka
tersebut. Pinjaman itu tidak perlu dinyatakan sebagai pinjaman yang harus
dibayar oleh khas sedekah.
Dari baitul mal ini sesungguhnya merupakan persediaan paling
terakhir setiap orang fakir dan orang-orang yang berkekurangan. Karena itu
baitul mal milik semua orang, bukan milik seorang amir (pimpinan/kepala negara)
atau kelompok orang-orang tertentu.
5. Shodaqoh
Islam juga berusaha membentuk pribadi yang luhur, dermawan,
dan murah hati. Pribadi yang luhur adalah insan yang suka memberikan lebih dari
apa yang diminta, suka mendermakan lebih dari apa yang diwajibkan. Ia suka
memberikan sesuatu, kendati tidak diminta dan tidak dituntu terlebih dahulu. Ia
suka berderma (memberi infaq) dikala siang maupun malam.
Sebab itulah, telah turun sejumlah al-qur'an yang agung dan
hadits Rasulullah yang mulia sebagai pembawa berita gembira dan penyampaian
ancaman siksa, pembangkit dan penggerak gairah kerja, pendorong kearah ikhlas,
berjuang, dan berderma serta pencegah sikap-sikap kikir dan bakhil. Sebagaimana
Allah berfirman dalam QS. Al-baqarah (2): 245:
Artinya: "Siapa saja yang mau meminjamkan kepada
Allah dengan satu pinjaman yang baik, ia akan mengadakan (pembayaran) itu
dengan berlipat ganda. Sebab, Allahlah yang menyempitkan dan meluakan rizki,
dan kepadanyalah kalian dikendalikan".
Allah berfirman dalam QS. Al-Insan: 8- 10, yang artinya;
"Dan mereka memberi makanan yang diseganinya, kepada
orang-orang miskin, dan anak-anak yatim, dan orang tawanan. Sesungguhnya kami
tidak memberi makanan kepada kamu melainkan karena Allah, kami tidak mengharap
dari kamu balasan dan ucapan terimakasih. Sesungguhnya kami takit akan adzab
Tuhan kami pada suatu hari yang (di hari itu) orang-orang yang bermuka masam
penuh kesulitan".
[1] Yusuf
al-Qardhawy, Konsep Islam dalam Mengentaskan kemiskinan, (Surabaya : Bina
Islam, 1996) hal. 12-17